Wartawan Jepang Minta Junta Myanmar Bebaskan Rekannya
TOKYO, SATUHARAPAN.COM - Sekelompok jurnalis di Jepang, Selasa (20/4), meminta junta Myanmar agar membebaskan rekan mereka, Yuki Kitazumi, yang ditahan di Yangon setelah penindakan keras terhadap media di tengah protes yang sedang berlangsung menentang militer yang menggulingkan pemerintahan terpilih.
"Kami ingin junta berhenti menindas warga Myanmar, dan kami mengupayakan pembebasan secepatnya dari banyak jurnalis yang ditahan, termasuk Kitazumi, yang berusaha melaporkan yang sebenarnya," kata Isoko Mochizuki, sesama jurnalis dan teman lama Kitazumi, pada konferensi pers.
Kelompok jurnalis tersebut, Senin (19/4), memulai petisi online yang ditujukan kepada junta Myanmar dan pemerintah Jepang agar menyerukan pembebasan Kitazumi.
Sejauh ini sekitar 2.000 orang telah menandatangani petisi tersebut.
Para wartawan telah meminta pemerintah Jepang untuk lebih menekan pemerintah Myanmar agar membebaskan Kitazumi, yang ditahan pada Minggu (18/4) malam oleh militer di luar rumahnya di Yangon karena diduga "menyebarkan kebohongan."
"Rasanya seperti Pemerintah Jepang sama sekali tidak memberikan tekanan yang cukup kepada Myanmar," kata Kanae Doi, direktur Human Rights Watch Jepang, pada konferensi pers.
"Saya berharap ini menjadi titik kritis bagi Jepang untuk berbuat lebih banyak," katanya, seraya menambahkan bahwa pemerintah Jepang tampaknya berhati-hati dalam menangani masalah yang terjadi di Myanmar, sementara Uni Eropa dan Amerika telah menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang terlibat dalam kudeta tersebut.
Kitazumi, yang menjalankan perusahaan produksi media, sebelumnya ditangkap pada Februari ketika meliput protes terhadap kudeta 1 Februari, tetapi kemudian segera dibebaskan.
Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik, 737 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan di Myanmar sejak kudeta itu dan 3.229 orang masih ditahan. (VOA)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...