Wartawan Jepang Tolak Tuduhan Fitnah Presiden Korea
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Seorang wartawan Jepang pada Kamis (27/11) mengaku tidak bersalah atas tuduhan memfitnah Presiden Korea Selatan. Tatsuya Kato dari koran Sankei Shimbun Jepang itu, melaporkan rumor Presiden tidak menampakkan diri selama tujuh jam ketika terjadi bencana feri pada bulan April karena sedang bersama seorang pria.
Dakwaan atas Tatsuya Kato itu telah menimbulkan pertanyaan tentang kebebasan pers di Korea Selatan. Kritikus menuduh pemerintah konservatif Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, bertindak keras kepada wartawan dalam upaya mengendalikan citranya. Peristiwa itu sekaligus membawa ke titik rendah hubungan Jepang-Korea, yang selama ini terbelit sengketa teritorial atas pulau kecil dan konflik sejarah perang.
Dakwaan atas Kato itu didasarkan pada artikel yang ia terbitkan pada 3 Agustus tentang keberadaan Presiden Park pada saat feri Sewol tenggelam dan menewaskan lebih dari 300 penumpang, sebagian besar remaja di sekolah perjalanan. Artikel tersebut mengulangi rumor yang beredar di media Korea Selatan dan industri keuangan tentang hubungan antara Park dan mantan ajudannya, yang dilaporkan menikah pada saat itu.
Presiden Park dan pemerintahannya mendapat kritikan tajam karena operasi penyelamatan peristiwa feri yang gagal, dan media Korea Selatan mempertanyakan Presiden tidak menampakkan diri pada hari bencana.
Kantor Presiden Park membantah bahwa Presiden sedang bersama mantan ajudan saat itu.
Dakwaan Negatif
Para pengacara yang mewakili Kato, yang dilarang meninggalkan negara itu namun tidak ditahan, mengatakan di pengadilan bahwa artikel itu untuk kepentingan umum, menurut juru bicara pengadilan Kim Dae-hyun.
"Artikel (saya tulis) untuk memberikan informasi kepada orang-orang Jepang tentang pandangan Korea Selatan pada Presiden Park," kantor berita Kyodo Jepang mengutip pernyataan Kato.
Kasus itu membuka perdebatan tentang kebebasan berekspresi di Korea Selatan, di mana tuduhan mencemarkan nama baik presiden jarang terjadi. Jika terbukti bersalah, Kato bisa menghadapi hukuman penjara maksimal tujuh tahun atau denda 50 juta won ($ 45,500).
Kementerian Luar Negeri Jepang bulan lalu memanggil seorang diplomat Korea Selatan di Tokyo untuk memprotes dakwaan itu. Asosiasi Koresponden Asing Seoul pada Oktober mengeluarkan sebuah surat terbuka kepada Jaksa Agung Kim Jin-tae, mengungkapkan kekhawatiran bahwa dakwaan Kato bisa memiliki "dampak negatif" untuk media negara. Moon Jae-in, anggota parlemen oposisi dan saingan utama Park pada pemilihan presiden 2012, mengatakan kepada wartawan pada Selasa (25/11) bahwa keputusan jaksa untuk mendakwa Kato adalah "memalukan".
Sampai akhir 1980-an, Korea Selatan diperintah diktator militer, termasuk ayah Park, Park Chung-hee, yang menekan wartawan dan pembangkang.
Tanggal sidang Kato berikutnya ditetapkan 15 Desember.
Kekecewaan Jepang
NHK memberitakan seorang utusan senior Jepang mengungkapkan kekecewaannya atas dakwaan itu, yang disampaikan saat bertemu dengan mitranya dari Korea Selatan di Seoul.
Junichi Ihara, Ketua Biro Urusan Asia dan Oseania Kementerian Luar Negeri Jepang bertemu dengan Lee Sang-deok, Ketua Divisi Asia Timur Laut Kementerian Korea Selatan, Kamis (27/11) lalu.
Usai pertemuan Ihara kepada wartawan mengatakan bahwa ia menyatakan kepada Lee tentang kekecewaan mendalam Jepang terkait masalah tersebut dari sudut pandang kebebasan pers dan hubungan bilateral.
Sejumlah anggota kelompok konservatif Korea Selatan meneriaki wartawan asal Jepang di persidangan. Mereka juga melempari mobil yang membawanya keluar dari persidangan dengan telur dan batu.
Ihara menekan Korea Selatan untuk mengambil langkah guna menjamin agar kekerasan terhadap wartawan tersebut tidak terulang kembali. (nhk.or.jp/AP)
Editor : Sotyati
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...