Wartawan Senior Indonesia Kesulitan Berbahasa Jawa di Suriname
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wartawan radio senior, Panusunan Simanjuntak berbagi banyak cerita positif mengenai perjalanan kewartawanannya di berbagai negara, salah satunya saat dia berada di Suriname. Ketika tugas liputan di Suriname dia mengaku kesulitan berbahasa Jawa.
Panusunan menceritakan hal ini di hadapan para undangan yang hadir pada acara Diskusi dan Peluncuran Buku “Beragam Cerita Perjalanan Kewartawanan ke Mancanegara,” karya Panusunan Simanjuntak yang berlangsung di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (2/10).
“Di Suriname itu kalau dari sejarah tentu kita ketahui banyak leluhur yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa yang datang ke Suriname, saat ke Suriname kira-kira saya menghitung populasi yang berbahasa Jawa ada 15 persen dari penduduk negara itu, dan mereka berperan dalam bisnis, ekonomi, dan perdagangan.
Saya mewawancarai salah satu dari mereka, ada juga yang tinggal di perkebunan, dan mereka menggunakan bahasa Jawa, saya terpaksa menggunakan bahasa Jawa saya yang terbatas. Belakangan saya mengatakan bahwa di Indonesia saya bukan berasal dari suku Jawa, hanya bisa bahasa Jawa setengah-setengah dan kemudian narasumber itu mengatakan kepada saya ‘pak kok bahasa jawane angel’ (pak, kok bahasa Jawanya susah dimengerti?” kata Panusunan yang disambut gelak tawa hadirin.
Panusunan Simanjuntak merupakan salah satu pewarta radio senior, sempat bersiaran di BBC London seksi Bahasa Indonesia, kemudian dia juga sempat di sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia, baru sekarang dia kembali masuk di stasiun radio swasta di Indonesia.
Para pewarta senior lainnya yang hadir dalam kesempatan ini antara lain Eny D.Purwanto, Tarman Azzam, Parni Hadi, Margono, dan masih banyak pihak lagi yang terlibat dengan pihak jurnalisme namun bukan sebagai pewarta juga turut hadir.
Panusunan mengemukakan bahwa apa yang dia tulis di buku tersebut adalah seluruh catatan pengalaman jurnalistiknya mewawancarai banyak narasumber dengan latar belakang sosio dan antropologis berbeda di berbagai belahan penjuru dunia.
“Seluruh tugas yang saya jalankan itu adalah atas dasar penugasan dari BBC, untuk mengumpulkan bahan-bahan sebelum nantinya disiarkan sebagai laporan langsung, walau sudah banyak kita jumpai buku-buku dan ensiklopedia yang menyajikan tentang berbagai kebudayaan negara di dunia,” Panusunan menambahkan.
Dalam buku setebal 254 halaman menceritakan pengalaman Panusunan melintasi negara-negara dalam rangka jurnalisme antara lain Suriname, Rusia, Israel, Mindanao Selatan, Madagaskar, Afrika Selatan, New York, dan Kaledonia Baru.
Panusunan mengatakan bahwa kisah-kisah dalam kerja jurnalisme yang dia alami itu tidak akan hilang begitu saja, karena ada ilmu yang bisa didapat dari setiap perjalanannya.
“Tidak kadaluarsa, karena bagian terbesar dari cerita-cerita itu adalah sejarah, yang bukan semata terkait dengan masa lampau melainkan juga dengan masa kini Indonesia,” Panusunan menambahkan.
“Orang Suriname pertama yang saya kenal adalah Bob Saridin. Saya mengenalnya saat bertamu ke tempat tinggal Parni Hadi, wartawan Antara, di Depok pada awal tahun 1989, tidak lama sebelum saya berangkat ke Inggris untuk bekerja di BBC Indonesian Section,” kata Panusunan saat menceritakan awal perjumpaannya dengan warga Suriname.
Selain Suriname, Panusunan juga menceritakan kisah menarik dalam tugasnya di Afrika Selatan, saat itu dia hampir saja dirampok oleh warga setempat, akan tetapi penduduk Johannesburg, Afrika Selatan malah ketakutan dengan Panusunan karena mengira dia warga negara Hong Kong yang mahir bela diri.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...