Waspadalah, 40,9 Juta Jiwa Terpapar Ancaman Longsor
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Longsor, adalah jenis bencana yang paling mematikan, jutaan masyarakat Indonesia terancam dari bencana longsor. Apalagi meningkatnya curah hujan akan meningkatkan pula ancaman bencana longsor. Di Indonesia terdapat 40,9 juta jiwa (17,2 persen dari penduduk nasional), yang terpapar langsung oleh bahaya longsor sedang hingga tinggi. Dari total jumlah tersebut terdapat 4,28 juta jiwa balita, 323.000 jiwa disabilitas, dan 3,2 juta jiwa lansia, seperti yang dikemukakan Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB yang dilansir situs bnpb.go.id.
“Kejadian bencana longsor setiap tahun juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam 10 tahun terakhir. Selama 10 tahun terakhir terdapat 3.372 kejadian longsor di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa 1.685 orang tewas, 1.657 jiwa luka-luka, 443.998 jiwa menderita dan mengungsi, dan lebih dari 22.000 rumah rusak akibat longsor,” katanya.
Berdasarkan data sementara, secara nasional hingga Rabu (16/11) terdapat 487 kejadian longsor yang menyebabkan 161 orang tewas, 88 orang luka, 38.092 orang menderita dan mengungsi dan ribuan rumah rusak.
Ia mengatakan, bahwa sebagian besar masyarakat tidak memiliki kemampuan menghindar dan memproteksi dirinya dari bahaya longsor. Bahkan masih banyak masyarakat yang tidak paham antisipasi mengenai longsor. Mitigasi bencana, baik struktural maupun non struktural masih sangat minim, sehingga setiap musim penghujan longsor mengancam jiwa dan harta milik masyarakat.
“Daerah rawan longsor sesungguhnya sudah dipetakan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, telah menyusun peta prediksi longsor bulanan sesuai dengan ancaman curah hujan yang akan terjadi. Peta tersebut juga telah dibagikan ke Pemda dan dapat diunduh di website PVMBG, disertai dengan tabel penjelasan daerah-daerah kecamatan yang rawan longsor tinggi, sedang hingga rendah. BNPB juga telah mengembangkan peta risiko bencana longsor yang memuat peta bahaya, kerentanan dan kapasitas, “ kata Sutopo.
Namun, ia menambahkan peta tersebut sebagian besar belum menjadi dasar dalam penyusunan dan implementasi rencana tata ruang wilayah. Implementasi tata ruang berbasis peta rawan longsor masih sangat minim. Banyak permukiman masyarakat yang berkembang di daerah-daerah zona merah, bahkan di bawah lereng perbukitan atau pegunungan yang hampir tegak lurus, daerah-daerah perbukitan dan pegunungan adalah daerah yang subur. Tanah gembur umumnya subur dan menyediakan mata air melimpah. Namun daerah tersebut rawan longsor sehingga harus dibatasi peruntukannya. Penataan ruang adalah upaya yang paling efektif untuk mencegah korban longsor.
Selama 10 tahun terakhir daerah-daerah yang paling banyak terjadi longsor adalah Jawa Tengah (1.126 kejadian), Jawa Barat (858), Jawa Timur (387), Sumatera Barat (149), dan Kalimantan Timur (83). Daerah-daerah lain juga sering terjadi longsor saat hujan deras. Daerah rawan longsor yang perlu memperoleh perhatian serius adalah daerah-daerah pegunungan dan perbukitan yang banyak penduduknya seperti di Bukit Barisan dari Aceh, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Lampung; Jawa bagian tengah dan selatan; Bali, NTT, NTB, Maluku dan Papua; dan Sulawesi (hampir sebagian besar semua wilayah dengan topografi pegunungan yang berpotensi longsor dan banjir bandang).
Longsor dapat diantisipasi sebelumnya. Tidak mungkin semua wilayah di Indonesia harus dipasang sistem peringatan dini longsor. Sebab memerlukan ratusan ribu unit dan biaya yang sangat besar. “Kuncinya adalah rencana tata ruang wilayah perlu ditegakkan. Sosialisasi dan peningkatan kapasitas pemda dan masyarakat terus ditingkatkan, agar masyarakat tangguh menghadapi bencana longsor,” katanya.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Risiko 4F dan Gejala Batu Kantung Empedu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arn...