WCC: Gereja Harus Peduli Korban HIV
KENYA, SATUHARAPAN.COM – Gereja-gereja Afrika harus percaya diri melangkah ke dalam kehidupan kelompok minoritas yang menderita HIV dan AIDS untuk mendukung mereka terlepas dari keadaan mereka saat ini. Hal ini disampaikan oleh penulis A Walk at Midnight: Journeying with Abused Women and Girls Towards Inner Dignity and Wholeness, Catherine Mumbi Wanjohi, yang dikenal melalui pelayanannya dengan pekerja seks yang terancam HIV dan AIDS di Kenya.
Anggota pendiri dan direktur eksekutif dari Life Bloom Services International yang bermarkas di Kenya, sebuah organisasi Katolik non-profit dan Wanjohi telah terlibat dengan Ekumenis HIV dan prakarsa AIDS di Afrika (EHAIA) yang merupakan sebuah proyek dari Dewan Gereja Dunia (WCC).
Dengan dukungan EHAIA tahun lalu, Wanjohi berpartisipasi dalam Konferensi Afrika: Lingkaran Peduli Teolog Perempuan Afrika Selatan merupakan sebuah pengalaman yang dia anggap sebagai sebuah pembuka mata.
“Saya menyadari bahwa tidak banyak gereja dan kelompok-kelompok dari Afrika di konferensi secara langsung mengatasi tantangan yang dihadapi oleh pekerja seks,” kata dia seperti yang dilansir oleh media online oikumene.org yang diterbitkan pada Jumat (2/5).
Wanjohi mengatakan bahwa seks adalah sarana utama di mana HIV dan AIDS menyebar dan sering ditularkan kepada orang yang pernah memakai jasa pekerja seks. Menurutnya, gereja harus bisa menghadapi dan mengatasi kenyataan tersebut.
Dalam menghargai inisiatif gereja untuk mendukung perempuan berjuan melawan HIV dan AIDS, Wanjohi menyebutkan kunjungan delegasi gereja ke penjara wanita Naivasha di Kenya pada bulan Maret tahun ini. Wanjohi mengatakan kunjungan itu adalah kesempatan untuk memahami situasi narapidana perempuan dan mendukung mereka melalui spiritual dan cara praktis.
Wanjohi mengatakan bahwa delegasi yang terdiri dari anggota yang mewakili Lingkaran Peduli Teolog Perempuan Afrika, Universitas St. Paul, Life Bloom Services International, gereja-gereja dan EHAIA diterima dengan sukacita oleh para narapidana dan mereka merasa bahwa Tuhan masih mengingat mereka.
Kunjungan ini membuat perempuan di penjara merasa bahwa masyarakat menjadi siap untuk merangkul dan membantu orang yang terpinggirkan dalam menghadapi ancaman HIV dan AIDS.
Peran Pastoral Gereja
Wanjohi telah menghabiskan satu dekade bekerja dengan perempuan rentan penyakit HIV dan AIDS di Naivasha dan telah dididik sebagai seorang guru dan konselor di Universitas Kenyatta dan Universitas Durham, Inggris. Baginya, hubungan antara kerentanan pekerja seks, HIV dan AIDS serta peran pastoral gereja-gereja sangatlah jelas. Berbicara tentang situasi di Kenya, dia menjelaskan bahwa para pekerja seks komersial tidak hanya dihadapkan dengan HIV dan AIDS tetapi juga kekerasan berbasis jender, diskriminasi dan stigma sosial.
“Gereja-gereja di negara kita belum keluar begitu banyak di tempat terbuka untuk mengatasi tantangan yang mendesak ini, meskipun jumlah pekerja seks, terutama di kalangan remaja perempuan semakin meningkat. Begitu pula dengan pekerja seks di kalangan laki-laki,” kata dia.
Wanjohi mengamati bahwa di sisi lain, gereja-gereja Kenya yang telah datang dengan program-program yang dibawa untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan pekerja seks mengundang kecurigaan.
Namun, Wanjohi melihat potensi besar di antara gereja-gereja dan lembaga-lembaga teologis untuk mengatasi masalah ini dengan lebih semangat, dengan kotribusi yang signifikan dari para teolog perempuan. Para teolog perempuan, kata dia, dalam mendukung perempuan yang rentan berpenyakit HIV mampu menawarkan kasih sayang, ikatan kewanitaan dan berperan sebagai teladan bagi masyarakat.
Melalui jaringan seperti EHAIA, Wanjohi mengatakan, gereja-gereja dan lembaga-lembaga teologis dapat diperlengkapi untuk menjadi tempat di mana perempuan yang rentan terkena penyakit HIV dapat berbicara. Proyek-proyek yang telah berhasil membuat dampak positif pada kelompok-kelompok minoritas berjuang melawan HIV perlu untuk memperkuat hubungan mereka dengan organisasi lain.
Wanjohi mengatakan bahwa kelompok berbasis gereja dan organisasi-organisasi lain yang membagikan hal yang sama yaitu berfokus pada kemanusiaan harus bekerja sama, sehingga ancaman HIV dan AIDS bisa dikekang dan orang-orang yang terjangkit penyakit tersebut memiliki dukungan yang mereka butuhkan di masyarakat. (oikumene.org)
Editor : Bayu Probo
Kementan Akan Impor 1 Juta Sapi Perah dalam 5 Tahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mengimpor satu juta sapi perah ...