WHO dan Afrika Barat Luncurkan Rencana Respons Ebola
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Kepala World Health Organization (WHO) , dan sejumlah presiden dari negara Afrika barat, yang terkena wabah ebola terburuk di dunia akan bertemu di Guinea pada Jumat, (1/8), untuk meluncurkan rencana respons gabungan darurat, senilai 100 juta dolar Amerika (sekitar Rp 1,18 triliun), ungkap WHO.
“Skala wabah ebola, dan ancaman terus-menerus yang ditimbulkan, menuntut WHO, Guinea, Liberia dan Sierra Leone, untuk mengambil respons ke tingkat baru,” ungkap Direktur Jenderal WHO Margaret Chan, dalam sebuah pernyataan.
WHO mengatakan, bahwa “ratusan”personel medis perlu dikerahkan ke negara yang terkena dampak, guna membantu petugas yang kewalahan, dan beberapa fasilitas yang berjuang membendung epidemik yang telah menelan hampir 730 nyawa itu.
Kebutuhan yang sangat “mendesak” adalah “dokter klinik dan perawat, ahli epidemologi, ahli mobilisasi sosial, ahli logistik dan manajer data,” ungkapnya.
Ebola Virus Disease Outbreak Response Plan (EVDORP), di Afrika barat ditujukan “sebagai bagian dari kampanye internasional yang intensif, regional dan nasional guna mengontrol wabah tersebut.”
Rencana itu juga akan mendorong upaya, untuk mencegah dan mendeteksi dugaan kasus, mendesak agar pengawasan perbatasan lebih baik, dan memperkuat pusat koordinasi wabah sub-regional WHO di Guinea.
AS: Wabah Ebola Tidak Pengaruhi KTT Afrika
Sementara, wabah ebola yang telah menewaskan lebih dari 700 orang di Afrika Barat, dalam tujuh bulan tidak akan memengaruhi rencana KTT, antara Amerika Serikat dan Afrika pekan depan, ungkap Gedung Putih pada Kamis, (31/7).
“Pada poin ini, tidak ada rencana untuk mengubah jadwal,” ungkap juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.
Otoritas kesehatan AS menyimpulkan “tidak ada risiko signifikan di AS terkait wabah ebola saat ini,” tambahnya.
Namun, dengan wabah yang sudah mencapai tingkat peringatan, sejumlah presiden dari Sierra Leone dan Liberia mengatakan, bahwa mereka tidak akan menghadiri KTT Washington, yang seharusnya mengumpulkan hampir 50 kepala negara, dan pemerintahan Afrika, pertama dalam sejarah AS.
“Kami benar-benar memahami keputusan yang dibuat oleh sejumlah pemimpin Afrika, untuk tidak berpartisipasi,” tutur Earnest. “Mereka pasti memiliki sejumlah kepentingan yang sangat mendesak untuk mengatasi masalah di negara mereka.”
Pemerintah AS sudah mengatakan, bahwa wabah tersebut akan menjadi salah satu wacana, yang akan dibahas dalam pertemuan tiga hari yang dimulai pada Senin, (4/7) itu, yang diumumkan setahun lalu oleh Presiden Barack Obama, dalam kunjungannya ke Afrika. (AFP/Ant)
Editor : Bayu Probo
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...