WHO: Kematian Akibat COVID-19 Turun, Namun Kasus Baru Meningkat
JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Jumlah kematian akibat virus corona secara global turun sekitar 21% dalam sepekan terakhir, sementara kasus meningkat di sebagian besar dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dalam laporan mingguannya tentang pandemi yang dirilis hari Kamis (19/5), badan kesehatan PBB mengatakan jumlah kasus baru COVID-19 tampaknya telah stabil setelah berminggu-minggu menurun sejak akhir Maret, dengan sekitar 3,5 juta kasus baru pekan lalu, atau naik 1%.
WHO mengatakan kasus meningkat di Amerika, Timur Tengah, Afrika dan Pasifik Barat, sementara di Eropa dan Asia Tenggara menurun. Sekitar 9.000 kematian tercatat.
Infeksi meningkat lebih dari 60% di Timur Tengah dan 26% di Amerika, sementara kematian turun di mana-mana kecuali Afrika, di mana mereka melonjak hampir 50%.
Angka COVID-19 yang dilaporkan ke WHO tidak termasuk angka wabah baru-baru ini yang diumumkan oleh Korea Utara, yang belum secara resmi membagikan data yang diminta dengan badan tersebut.
Membujuk Korea Utara
Pada hari Kamis, negara otoriter yang dipimpin oleh Kim Jung Un melaporkan lebih dari 262.000 kasus yang dicurigai ketika beban kasusnya mendekati dua juta, sepekan setelah negara itu mengakui wabah dan berupaya untuk memperlambat infeksi pada populasi yang tidak divaksinasi.
Awal pekan ini, kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan dia "sangat prihatin" tentang penyebaran COVID-19 di Korea Utara, mencatat populasi yang tidak divaksinasi dan bahwa ada sejumlah besar orang dengan kondisi mendasar yang dapat menempatkan mereka pada risiko penyakit yang lebih parah dan kematian.
Tedros mengatakan badan tersebut bekerja untuk membujuk Korea Utara untuk berbagi lebih banyak informasi dan menerima bantuan termasuk dukungan teknis, vaksin, tes dan obat-obatan, tetapi sejauh ini tidak mendapat tanggapan.
Di Pasifik Barat, WHO mengatakan jumlah terbesar kasus yang dilaporkan ada di China, yang mengalami peningkatan 94%, atau lebih dari 389.000 kasus baru. Setelah berminggu-minggu penguncian yang terkadang parah dan kacau, pihak berwenang China mengatakan mereka akan mengizinkan beberapa supermarket, mal, dan restoran di ibu kota keuangannya Shanghai untuk dibuka kembali dalam kondisi terbatas pekan depan.
Tedros dan WHO sebelumnya menggambarkan pendekatan ekstrim "nol-COVID" China sebagai "tidak berkelanjutan," tetapi mengakui bahwa negara-negara bebas untuk memilih strategi pengendalian mereka sendiri. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...