WHO Minta Negara Kaya Berbagi Vaksin dengan Negara Miskin
JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara kaya untuk mempertimbangkan kembali rencana untuk memvaksinasi anak-anak, dan sebagai gantinya menyumbangkan vaksin COVID-19 melalui skema COVAX yang dibagikan kepada negara-negara miskin.
WHO pada hari Jumat (14/5) mengatakan berharap lebih banyak negara akan mengikuti Prancis dan Swedia dalam menyumbangkan vaksin untuk COVAX, setelah menyuntikkan penduduk prioritas mereka untuk membantu mengatasi gap dalam tingkat vaksinasi.
Kanada dan Amerika Serikat adalah beberapa negara yang telah mengesahkan vaksin untuk digunakan pada remaja dalam beberapa pekan terakhir. Namun, seorang pejabat WHO mengatakan pembicaraan dengan Washington tentang berbagi dosis sedang dilakukan.
“Saya mengerti mengapa beberapa negara ingin memvaksinasi anak-anak dan remaja mereka, tetapi sekarang saya mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali, dan sebagai gantinya menyumbangkan vaksin ke #COVAX,” kata Sekjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pada pertemuan virtual di Jenewa.
COVAX, sejauh ini yang telah mengirimkan sekitar 60 juta dosis, telah berjuang untuk memenuhi target pasokan sebagian karena pembatasan ekspor India pada vaksin AstraZeneca karena epidemi yang terus meningkat di sana. Sejauh ini, sekitar 1,26 miliar dosis vaksin COVID-19 telah diberikan secara global.
Tedros juga mengatakan tahun kedua pandemi diperkirakan menjadi lebih mematikan daripada tahun pertama, dengan India menjadi perhatian besar.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, membunyikan alarm atas penyebaran cepat virus corona melalui pedesaan yang luas di India pada hari Jumat (14/5), ketika catatan resmi infeksi COVID-19 negara itu melampaui 24 juta dan lebih dari 4.000 orang meninggal untuk hari ketiga berturut-turut.
Lebih dari 160,71 juta orang telah dilaporkan terinfeksi oleh virus corona secara global dan hampir 3,5 juta orang telah meninggal, menurut penghitungan Reuters.
Infeksi telah dilaporkan di lebih dari 210 negara dan wilayah sejak kasus pertama diidentifikasi di China pada Desember 2019.
Pejabat WHO mendesak agar berhati-hati dalam tindakan pencabutan aturan yang bisa membuat meningkatnya risiko penularan, seperti pemakaian masker, dan memperingatkan bahwa lebih banyak varian pasti akan terdeteksi.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS telah menyarankan bahwa orang yang divaksinasi penuh tidak perlu memakai masker di luar ruangan dan dapat menghindari memakainya di dalam ruangan di sebagian besar tempat.
“Sangat sedikit negara yang berada pada titik di mana mereka dapat membatalkan langkah-langkah ini,” kata Kepala Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...