WHO Minta Negara Kaya Tidak Berikan Vaksin Booster
Varian Delta menyebar di 140 negara, banyak negara miskin kekurangan vaksin.
JENEWA, SATUHARAPAN.COM-Negara-negara kaya seharusnya tidak memberikan vaksin booster untuk warga yang divaksinasi, sementara negara lain belum menerima vaksin COVID-19, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hari Senin (12/7).
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan kematian kembali meningkat akibat pandemi COVID-19, dan varian Delta menjadi dominan, dan banyak negara belum menerima dosis vaksin yang cukup untuk melindungi petugas kesehatan mereka.
“Varian Delta menyebar di seluruh dunia dengan kecepatan tinggi, mendorong lonjakan jumlah kasus baru COVID-19 dan kematian,” kata Tedros. Dia mencatat bahwa varian yang sangat menular, pertama kali terdeteksi di India, kini telah ditemukan di lebih dari 104 negara.
“Kesenjangan global dalam pasokan vaksin COVID-19 sangat tidak merata dan tidak adil. Beberapa negara dan wilayah sebenarnya memesan jutaan dosis booster, sebelum negara lain memiliki persediaan untuk memvaksinasi petugas kesehatan mereka dan yang paling rentan,” kata Tedros.
Dia menyebut pembuat vaksin Pfizer dan Moderna sebagai perusahaan yang bertujuan untuk memberikan suntikan booster di negara-negara di mana sudah ada tingkat vaksinasi yang tinggi. Tedros mengatakan mereka seharusnya mengarahkan dosis mereka ke COVAX, program berbagi vaksin terutama untuk negara-negara berpenghasilan menengah dan miskin.
Bukti Bahwa Perlu Booster
Kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, mengatakan badan kesehatan global sejauh ini belum melihat bukti yang menunjukkan bahwa suntikan booster diperlukan bagi mereka yang telah menerima vaksin lengkap. Sementara booster mungkin diperlukan suatu hari nanti, belum ada bukti bahwa mereka dibutuhkan.
“Harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka perlu diberikan sebagai dosis booster,” katanya.
Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO, mengatakan: "Kami akan melihat ke belakang dalam kemarahan, dan kami akan melihat ke belakang dengan rasa malu," jika negara-negara menggunakan dosis yang berharga pada suntikan booster, pada saat orang-orang yang rentan masih sekarat tanpa vaksin di tempat lain.
“Ini adalah orang-orang yang ingin memiliki kue dan memakannya, dan kemudian mereka ingin membuat kue lagi dan memakannya juga,” katanya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...