WHO Tangguhkan Uji Klinis Hidroksiklorokuin pada Pasien COVID-19
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Senin (25/5) mengatakan uji klinis obat malaria, hidroksiklorokuin, terhadap pasien COVID-19 akan "dihentikan sementara" selagi Dewan Pemantau Keamanan Data meninjau data keselamatannya.
Menurut ketua WHO itu, jurnal medis The Lancet pada Jumat (22/5) mempublikasikan penelitian observasional tentang hidroksiklorokuin dan klorokuin, serta dampaknya pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit.
Para penulis penelitian tersebut melaporkan bahwa di antara pasien yang mengonsumsi obat itu, baik saat digunakan tersendiri atau dengan makrolida, mereka memperkirakan tingkat kematian yang lebih tinggi.
"Kelompok Eksekutif Solidarity Trial, yang mewakili 10 negara peserta, bertemu pada Sabtu (23/5) dan sepakat untuk meninjau analisis komprehensif serta penilaian kritis atas semua bukti yang tersedia secara global," kata Tedros dalam konferensi pers virtual.
Tinjauan tersebut akan mempertimbangkan data yang sejauh ini telah terkumpul di Solidarity Trial dan khususnya data acak yang tersedia secara kuat, guna melakukan evaluasi yang layak tentang potensi manfaat dan bahaya dari obat ini, katanya.
"Kelompok Eksekutif itu, menghentikan sementara unit hidroksiklorokuin di bawah Solidarity Trial selagi data keselamatan ditinjau oleh Dewan Pemantau Keamanan Data. (Sementara) unit obat-obatan lain dalam uji coba ini masih berlanjut," kata Tedros.
Lebih dari dua bulan yang lalu, WHO memelopori Solidarity Trial, yakni sebuah rencana untuk mengevaluasi keamanan dan kemanjuran empat obat serta kombinasi obat dalam melawan COVID-19, yang meliputi hidroksiklorokuin.
Total 400 lebih rumah sakit di 35 negara secara aktif merekrut pasien, dan hampir 3.500 pasien dari 17 negara telah terdaftar di bawah Solidarity Trial, demikian diungkapkan WHO.
Menurut Tedros, masalah keamanan obat ini hanya berhubungan dengan penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin dalam COVID-19, dan "obat-obatan itu secara umum aman untuk digunakan pada pasien dengan penyakit autoimun atau malaria."
"WHO akan memberikan informasi lebih lanjut saat kami memperolehnya," katanya. (Xinhua/Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...