WHO Umumkan Protokol Baru Pemakaman Korban Ebola
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (7/11), mengumumkan sebuah protokol baru pemakaman bagi korban ebola, bertujuan untuk mengurangi risiko paparan penyakit bagi anggota keluarga, ketika mereka menguburkan orang yang mereka cintai sesuai dengan ritual keagamaan. Hal ini dilakukan di tengah upaya mengontrol wabah ebola pada batas waktu 1 Desember.
Menurut WHO, 20 persen dari penularan virus ebola terjadi selama penguburan pasien yang sakit, ketika anggota keluarga dan masyarakat melakukan ritual keagamaan yang secara langsung menyentuh atau mencuci tubuh korban yang meninggal.
"Dengan membangun kepercayaan dan rasa hormat antara tim pemakaman, keluarga korban dan kelompok agama, kita sedang membangun kepercayaan dan keamanan itu sendiri," Dr. Pierre Formenty, salah satu ahli ebola WHO, yang mengatakan dalam siaran pers.
Protokol baru ini dikembangkan oleh tim WHO bersama dengan organisasi berbasis agama dan keluarga dan pendeta lokal, dalam perencanaan dan persiapan pemakaman, serta pemakaman itu sendiri. Hal ini sesuai dengan arahan PBB yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan ebola dan menjadikan penguburan aman hingga batas waktu 1 Desember.
Selain itu, protokol memberikan pedoman bagi tim pemakaman korban ebola, bila pertama kali bertemu keluarga korban, termasuk penggunaan alat pelindung diri dan pengaturan upacara penguburan, serta mengurus barang-barang pribadi almarhum.
"Memperkenalkan komponen seperti mengundang keluarga untuk terlibat dalam menggali kubur dan menawarkan pilihan untuk wudhu kering dan akan membuat perbedaan yang signifikan dalam mengendalikan penularan ebola," lanjut Dr Formenty.
Sementara itu, dalam konferensi pers dari Jenewa, badan anak-anak PBB (UNICEF), menyatakan bahwa operasi "besar-besaran" di negara-negara yang paling terkena dampak yakni Sierra Leone, Liberia, dan Guinea, dan akan menyediakan jumlah pekerja kesehatan dua kali lipat lebih banyak di garis depan, termasuk pakaian pelindung baru.
Sesuai dengan rencana, UNICEF membutuhkan setidaknya 1 juta pakaian pelindung baru, di samping pasokan alat pelindung lainnya, yakni klorin dan obat.
Selain itu, lembaga itu mengatakan, jumlah staf UNICEF akan ditambah dua kali lipat dari 300 sampai 600, dengan fokus khusus memobilisasi masyarakat untuk membantu pelayanan.
"Ini adalah darurat yang paling kompleks yang pernah kita miliki untuk merespon, dalam penyediaan produk, rantai pasokan dan pelayanan," kata Shanelle Hall, Direktur suplai dan logistik operasi global UNICEF.
"Rantai pasokan harus menjadi fleksibel, dan memenuhi standar yang sangat tinggi kualitas," lanjutnya.
"UNICEF bekerja sama dengan pemerintah, industri dan mitra untuk membangun seluruh rantai pasokan baru sehingga mampu memberikan puluhan produk baru, untuk lokasi pengiriman layanan baru."
Upaya dukungan PBB, ditujukan untuk mengendalikan wabah ebola sangat membantu, ketika vaksin eksperimental, sedang menjalani pengujian laboratorium, yang akan diberikan untuk negara-negara Afrika Barat yang terkena dampak. Vaksin akan dikirim pada awal Januari 2015. (un.org)
Editor : Eben Ezer Siadari
Joe Biden Angkat Isu Sandera AS di Gaza Selama Pertemuan Den...
WASHIGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengangkat isu sandera Amerika ya...