Wonderland Indonesia : Dirgahayu Ke-77 Republik Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM, Salah satu cabang olahraga yang sangat disukai oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah sepakbola. Sayangnya fanatisme suporter Indonesia tidak dibarengi oleh prestasi Tim Nasional (Timnas) Indonesia. Itu sebabnya, ketika bisa menjuarai salah satu even kejuaran sepakbola internasional, sudah pasti akan membuat heboh di kalangan pecinta sepakbola di negeri ini.
Hal itulah yang terjadi ketika dalam kejuaraan AFF-U16 (ASEAN Football Federatian-U16) di awal Agustus 2022 ini, Timnas U-16 Indonesia menjadi jawara dengan mengalahkan U-16 Vietnam di babak final. AFF U-16 sendiri adalah kompetisi sepak bola internasional tahunan yang diperebutkan oleh tim nasional dari Federasi Sepak Bola ASEAN dibawah 16 tahun.
Namun, kemenangan Timnas U-16 Indonesia itu, sedikit diwarnai oleh polemik di kalangan netizen dan pecinta sepakbola. Ketika seremonial pemberian medali, beberapa anggota staff pelatih timnas U-16 di hadapan kamera TV Nasional berkata: “Local Pride…local pride. Campione!” yang artinya “Kebangaan lokal…kebanggaan lokal. Juara!”
Kalau frasa “local pride” itu menunjukkan kebanggaan akan produk lokal yang tidak kalah dibanding dengan produk impor, tentu tidak menjadi masalah. Memang sebagai bangsa Indonesia kita harus bangga terhadap produk lokal bahkan harus ikut dalam menggunakan dan mempromosikannya. Namun, jika istilah “local pride” itu mau mendikotomi antara pribumi sebagai orang lokal dan orang keturunan sebagai orang non-lokal. Ini yang bisa menjadi masalah.
Beberapa pengamat menilai, kalimat tersebut adalah “sindiran” kepada Tim Nasional kelompok Usia U-19, U-23, dan senior yang memiliki pemain naturalisasi. Anggota staff pelatih Timnas U-16 tersebut memang sudah mengklarifikasi, bahwa ucapannya hanya sekadar mau mengatakan kebanggaan atas komposisi Timnas U-16 yang sepenuhnya adalah orang Indonesia.
Tulisan ini bukan mau memperdebatkan siapa yang benar dan siapa yang salah, tapi rasanya tidak bijaksana kalau kita masih mendikotomi siapa yang layak disebut sebagai pribumi dan non-pribumi di bumi Indonesia yang majemuk ini. Siapapun Warga Negara Indonesia dan dengan latar belakang suku, ras, agama apapun berhak dan bertanggungjawab untuk mencintai dan berkarya bagi negeri Indonesia.
Dalam sebuah acara kebangsaan, saya pernah ditanya oleh seorang pemuda Indonesia yang bekerja dan berdomisili di negara lain. Pertanyaannya: “Apakah dengan saya tinggal dan bekerja di negara yang saya diami sekarang ini, artinya saya tidak cinta tanah air?”
Saya menjawab: “Kalau anda di luar negeri tetapi tetap bangga dan tetap bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan karya bagi Indonesia, itu berarti anda mencintai Indonesia. Di sisi lain ada orang yang tinggal dan hidup di Indonesia, namun merusak persatuan dan kesatuan, itu artinya ia tidak mencintai tanah airnya.”
Dalam upacara HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara, para pejabat negara dan tamu undangan yang hadir menggunakan pakaian-pakaian daerah. Presiden Jokowi hadir menggunakan pakaian adat Buton, Sulawesi Tenggara. HUT Kemerdekaan RI di tahun-tahun sebelumnya, Presiden Jokowi hadir menggunakan pakaian adat Lampung, Timor, Klungkung-Bali, dan Aceh.
Tentu pakaian daerah yang digunakan oleh Presiden, para pejabat negara dan tamu undangan bukan dilihat sebagai parade busana. Melainkan menunjukkan keberagaman dan kekayaan Indonesia. Kenyataan ini akan menjadi pengingat bagi kita akan jati diri Indonesia itu sendiri. Dengan demikian, egosentrisme, sukuisme, chauvinisme, dan radikalisme tidak memiliki tempat di negeri ini. Mari kita saling menghormati dan menghargai satu sama lain, sekalipun kita berbeda. Jangan pernah lelah untuk mencintai negeri kita, Indonesia.
Dirgahayu ke-77 Republik Indonesia. Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.
Indonesia is not just wonderful, Indonesia is wonderland!
Editor : Eti Artayatini
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...