World Interfaith Harmony Week 2015
SATUHARAPAN.COM – Bulan Februari ini, masyarakat dunia, khususnya umat beragama merayakan World Interfaith Harmony Week atau Pekan Kerukunan antar-Umat Beragama Dunia yang diselenggarakan setiap Jumat pertama bulan Februari. Perayaan pekan kerukunan antar umat beragama dunia itu merupakan kegiatan yang melibatkan umat dari berbagai agama untuk mempromosikan dan menciptakan perdamaian antar manusia khususnya antar umat beragama. Perayaan ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan mulai diadakan sejak Februari 2011. Sejak itu, umat beragama dunia, termasuk Indonesia mulai merayakannya.
Di Indonesia perayaan itu diselenggarakan oleh Inter Religious Council (IRC) Indonesia pada Jumat, 6 Februari, bertempat di kompleks gedung DPR/MPR/DPD Jakarta. Acara pembukannya dihadiri oleh 6 wakil dari lembaga-lembaga keagamaan yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Tinggi Agama Khong Hu Cu (MATAKIN), serta organisasi Islam Muhammadiyah dan NU, Zulkifli Hasan (Ketua MPR) dan Din Syamsuddin (Presiden IRC Indonesia).
Kerukunan Adalah Keharusan
Masyarakat dunia atau khususnya Indonesia terdiri dari warga yang berasal dari berbagai latar belakang agama. Perjumpaan antara orang atau umat beda agama tidak dapat dihindari. Tidak ada lagi orang atau kelompok masyarakat di bumi ini yang tidak tersentuh atau berjumpa dengan orang, paham, budaya dan agama lain. Perjumpaan itu terjadi melalui berbagai cara, seperti dalam hidup sehari-hari, di dalam keluarga, sekolah, pekerjaan dan pergaulan sosial lainnya. Demikian juga, globalisasi dengan pergaulan internasional melalui media telah membuat seorang dari sudut dunia yang satu berjumpa, bertukar ide, pengalaman dan bahkan berdebat tentang soal-soal tertentu melalui media sosial.
Ada potensi konflik dalam perjumpaan khususnya umat beda agama. Banyak orang menjadikan perbedaan dalam perjumpaan itu sebagai ajang pemuas nafsu egoisme diri, eksklusivisme, kedangkalan pemahaman, rasa superioritas dan keinginan menguasai atau mendominasi dengan berusaha menekan, meminggirkan dan bahkan menyingkirkan atau membasmi pihak lain dengan cara halus maupun dengan kekerasan. Ini sudah terbukti dari banyaknya kasus konflik dan kekerasan berlatar belakang agama. Beberapa bulan belakangan ini, dunia terhentak dengan sepak terjang kelompok ISIS/NIIS di Irak dan Suriah, Boko Haram dan Al-Shabab di Afrika Tengah dan Barat dengan kesadisannya. Beberapa hari belakangan ini, masyarakat dunia juga dibuat terperangah oleh penyerangan terhadap para pemimpin Kristen dan penghancuran banyak gedung gereja oleh kelompok ekstremis Hindu.
Konflik itu tentu menyia-nyiakan kehidupan, merusak peradaban, menciptakan kesusahan dan penderitaan manusia dan merusak citra agama. Pasti jika sebaliknya, masyarakat rukun dan damai maka tinggilah penghargaan terhadap hidup dan kemanusiaan; pembangunan dan kemajuan serta kemakmuran dan kesejahteraan dialami. Karena itu, kerukunan dalam hubungan antar umat beda agama adalah keharusan dan sesungguhnya adalah berkat.
Karena itu, usaha untuk mempromosikan dan menciptakan kerukunan dan perdamaian antar umat beragama dengan skala internasional dan nasional yang dilakukan di setiap negara menjadi sangat mendesak. Inilah yang mulai dilakukan PBB dan di Indonesia oleh lembaga-lembaga perwakilan umat beragama yang tergabung dalam Inter Religious Council (IRC) Indonesia. Sesuai dengan maksudnya, perayaan pekan kerukunan itu sekecil apa pun pada tahap-tahap awal ini tentu mempunyai peranan dan manfaat di dalam masyarakat, dalam relasi antar umat beragama.
Masih Kurang Sosialisasi
Pembukaan pekan kerukunan yang dihadiri oleh lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia menunjukkan penerimaan dan pengakuan bahwa berkumpul bersama umat beda agama untuk mengusahakan kerukunan dan perdamaian dapat diterima dan penting. Apalagi, kehadiran figur utama, Din Syamsuddin sebagai Presiden IRC Indonesia sekaligus sebagai Ketua Muhammadiyah dan Ketua MUI, pimpinan NU serta Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR sebagai representasi utama umat Islam sangatlah besar artinya bagi maksud acara tersebut. Acara pekan kerukunan dengan kehadiran tokoh-tokoh penting dalam agama dan politik itu tentu dapat menjadi momen atau peluang untuk keberhasilan usaha penciptaan kerukunan di Indonesia.
Namun demikian, masih ada kekurangan yang dapat menentukan bagi pencapaian tujuan itu. Pertama, sosialisasi atau penyebaran informasi acara pekan kerukunan itu tampak belum maksimal; belum menjangkau banyak pihak yaitu umat atau lembaga keagamaan akar rumput. Kedua, peliputan dan pembahasan media massa juga tidak begitu gencar. Ketiga, belum tampak keterlibatan dan peran pemerintah baik pusat dan daerah, khususnya Kementerian Agama, wakil-wakil rakyat atau lembaga DPR-DPRD serta TNI dan Polri. Keterlibatan lembaga-lembaga ini akan sangat berarti karena dengan begitu usaha untuk mempromosikan dan menciptakan kerukunan dan perdamaian antar umat beda agama di Indonesia akan menjadi program nasional umat beragama sekaligus negara.
Ide dan kegiatan seperti itu akan sangat efektif jika diketahui banyak orang. Apalagi jika ada keterlibatan yang massive dari berbagai lembaga keagamaan, seperti komunitas masjid, gereja, pura, wihara dan kelenteng, agama suku dan aliran kepercayaan, lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah dan pesantren dan organisasi-organisasi masyarakat lainnya. Program yang dilakukan secara massive dan sistematis-struktural tentu akan berpengaruh atau bermanfaat secara massive juga.
Satu Harapan Baru
Sekecil apa pun gaung kegiatan World Interfaith Harmony Week ini, tentu acara ini memiliki arti penting bagi kerukunan antar umat beragama. Jika kekurangan-kekurangan yang ada dapat diperbaiki dan kegiatan itu disempurnakan maka ia akan menjadi seperti sebiji sesawi yang akan bertumbuh menjadi tanaman yang besar dan berbuah banyak. Ia menjadi satu harapan baru bagi penciptaan kerukunan dan perdamaian antar umat beragama dan antar warga masyarakat. Jika tidak, mau dibawa ke mana bangsa dan negara Indonesia ini; menjadi seperti Lebanon, Irak, Suriah, Pakistan, Afghanistan, Nigeria atau Sudan?
Stanley R. Rambitan/Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...