Yaman Investigasi Laporan Kematian Pengantin Anak
YAMAN, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Yaman mengatakan mereka saat ini sedang menyelidiki laporan kematian seorang anak gadis berusia delapan tahun, karena mengalami pendarahan internal di malam pertama pernikahannya. Berita kematian anak gadis kecil itu menjadi pembicaraan dunia terutama aktivis hak-hak anak dan menimbulkan kembali kecaman internasional atas praktek perkawinan anak.
Arwa Othman, pimpinan Yaman House of Folklore dan aktivis yang mengkampanyekan hak azasi, mengatakan, gadis kecil yang hanya dipanggil Rawan itu, akhir minggu lalu dinikahkan dengan seorang pria berumur 40 tahun di sebuah kota di provinsi Hajjah Meedi di barat laut Yaman.
Othman mengatakan pihak berwenang tidak mengambil tindakan apapun terhadap keluarga anak gadis itu atau suaminya.
Rajeh Badi, staf Perdana Menteri Yaman, Mohammed Salem Basindwa, mengatakan pada Jumat (13/9), "Pemerintah serius menangani masalah ini dan akan menyelidikinya serta mereka yang bertanggung jawab akan dibawa ke pengadilan."
Sebelumnya Rajeh Badi mengatakan bahwa kejahatan itu belum dikonfirmasi, juga pihak kepolisian tidak melaporkan kejadian tersebut.
Sementara Ahmed al - Quraishi, ketua yayasan Siyaj Yaman organisasi yang bekerja untuk hak-hak anak mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa warga dari provinsi Hajjah Meedi asal gadis itu bercerita kalau gadis dan keluarganya menghilang tak lama setelah kejadian.
Beberapa orang di daerah itu mengatakan Rawan menikah dengan seorang pria lalu membawanya ke sebuah hotel, dan tak lama gadis kecil itu meninggal di malam pernikahannya karena perdarahan yang disebabkan oleh hubungan seksual.
Namun, menurut seorang pejabat keamanan di daerah itu mengatakan kepada para aktivis yang menyelidiki kasus itu bahwa gadis (Rawan) dan ayahnya ditahan oleh polisi, tanpa memberikan rincian apapun, kata Quraisy.
Para aktivis juga menemukan kalau ayah Rawan memiliki putri lain berusia 10 tahun yang juga sudah dinikahkan.
Pernyataan dari Uni Eropa
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mendesak pemerintah Yaman supaya mengadili semua pihak yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilaporkan itu tanpa ditunda-tunda.
Dalam sebuah pernyataan, Catherine Ashton mengatakan bahwa Yaman negara di Semenanjung Arab itu harus menerapkan hukum yang menetapkan usia minimum pernikahan.
Banyak keluarga miskin di Yaman menikahkan anak perempuan mereka agar dapat mengurangi pengeluaran untuk menghidupi anak-anak-nya serta mendapat uang tambahan dari mahar yang diberikan kepada si gadis.
Sebuah laporan PBB yang dirilis pada bulan Januari 2013 mengungkapkan tingkat kemiskinan di beberapa negara, menyebutkan bahwa 10,5 juta orang Yaman dari total 24 juta warga, mengalami kekurangan makanan. Dan 13 juta tidak memiliki akses pada air bersih dan sanitasi dasar.
Human Rights Watch (HRW) mendesak pemerintah Yaman pada Desember 2011 supaya melarang perkawinan anak perempuan di bawah 18 tahun, karena merampas hak pendidikan anak dan masalah kesehatan mereka dirugikan.
Mengutip data dari PBB dan data pemerintah Yaman, HRW mengatakan hampir 14 persen anak perempuan Yaman menikah sebelum usia 15 tahun dan 52 persen menikah sebelum berusia 18 tahun. Menurut HRW banyak anak perempuan Yaman dilarang sekolah ketika mereka mulai mencapai pubertas. (aljazeera.com/alarabiya.net)
Banjir di Kabupaten Pidie, Aceh Meluas, Melanda 16 Kecamata...
BANDA ACEH, SATUHARAPAN.COM-Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyebutkan banjir yang merenda...