YLKI: DPR Tak Lindungi Petani Tembakau Sejak 1998
JAKARTA,SATUHARAPAN.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai alasan Badan Legislasi (Baleg) DPR memasukkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015 untuk melindungi petani tembakau serta industri rokok lokal merupakan alasan yang dibuat-buat. Menurut dia, sejak tahun 1998 DPR tidak pernah memberi bukti melindungi petani tembakau di Indonesia, justru membiarkan pemerintah mengimpor tembakau.
"Itu alasan klise yang terlalu dibuat-buat. Sejak 1998 alasannya itu melulu dan tidak terbukti. Kalau mau lindungi petani tembakau, DPR harusnya mendesak pemerintah untuk stop impor tembakau yang saat ini 50 persen dari pasokan untuk produksi. Impor tembakau itulah yang membuat petani tembakau terpuruk," kata Anggota Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi kepada satuharapan.com, Rabu (11/2).
Seharusnya, kata Tulus, apabila DPR ingin benar-benar melindungi petani tembakau di Indonesia, maka dibuatkan UU tentang perpadian atau merevisi UU Perkebunan. "Argumen ngawur, hanya mencari alasan pembenaran saja dengan mengatakan UU Perkebunan jadi acuan," ujar dia.
Tulus yang juga Anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas) PT ini mempertanyakan, mengapa DPR kukuh mengusulkan RUU tentang Pertembakauan, bahkan menjadi Prolegnas Prioritas 2015.
"Strategis mana tanaman tembakau atau padi atau tanaman pangan lain?. Kenapa tidak dibuat UU tentang Perpadian?. Kenapa DPR ngotot dengan RUU tentang Pertembakauan?, Ada perjanjian apa antara oknum anggota DPR dengan industri rokok?," Tulus mempertanyakan.
Selain itu, dia menambahkan hal yang seharusnya dilakukan DPR adalah mendorong pelarangan rokok elektronik (elektrik) diperjualbelikan dengan merevisi UU Kesehatan. Sebab, rokok elektrik ini sama bahayanya dengan rokok non elektrik. "Rokok elektronik harus dilarang. YLKI sudah minta ke BPOM dan Kemenkes," kata Tulus.
FCTC
Anggota Komnas PT lainnya Muhammad Joni menyampaikan pernyataan Ketua Baleg DPR tersebut tidak disertai argumen yang kuat, alias asal bunyi dan tidak layak dikutip oleh media. Sebab, dia menilai Baleg DPR pura-pura tidak paham bahaya adiksi rokok yang mematikan. Seharusnya, menurut dia, DPR mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) meratifikasi (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) agar bangsa Indonesia beradab dimata bangsa-bangsa di dunia.
"Indonesia itu justru surga bagi Industri rokok karena regulasi sangat lemah sedunia. Cuma negeri ini di Asia Pasific belum ratifikasi FCTC," kata Joni.
Dia mengungkapkan, masuknya industri rokok asing ke Indonesia sudah ada sejak dulu sebelum ada RUU Pertembakauan diusulkan oleh DPR, dimana perusahaan asing milik Philip Morris sudah akuisisi Sampoerna, demikian juga Bentoel. "Jadi tidak logis alasan DPR itu. Hello DPR, hukum itu logis dan masuk akal, bukan alasan tidak layak logika," ujar Joni.
Dia menambahkan, materi RUU Pertembakauan itu sudah ditolak oleh Menteri Kesehatan (Menkes) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Nafsiah Mboi dengan alasan isi RUU itu bertentangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mau menganulir UU Kesehatan bahwa tembakau adalah zat adiktif dan peringatan kesehatan bergambar sah dan konstitusional.
"UU Kesehatan sudah beberapa kali diuji dan sudah permanen konstitusionalitasnya bahwa UU Kesehatan ihwal ayat tembakau yang sudah jadi norma permanen karena teruji konstitusionalitasnya," kata dia.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...