Jujur dan Bijaksana

SATUHARAPAN.COM–Alkisah seorang raja meminta diri untuk dilukis, agar dengan melihat lukisannya rakyat dapat mengenal wajah rajanya dengan baik. Persoalannya, raja memiliki cacat pada salah satu bagian wajahnya.

Pelukis pertama melukis wajah Sang Raja dengan jujur. Secara objektif Si Pelukis melukis, termasuk wajah yang cacat pun tak luput dari goresannya. Lukisan itu tampak indah dan hidup, persis seperti aslinya. Akan tetapi, Sang Raja tidak berkenan karena merasa dipermalukan. Wajah cacatnya tampak jelas dalam gambar itu. ”Ini penghinaan! Dia telah mempermalukan saya!” Raja pun menghukum Si Pelukis Jujur itu.

Pelukis kedua berupaya melukis wajah Sang Raja. Namun, karena dibayangi rasa takut yang berlebihan atas hukuman yang dialami pelukis pertama, ia melukis wajah Sang Raja secara subjektif. Dia tidak ingin memunculkan wajah cacat sang raja, bahkan bagian wajah yang cacat itu dipolesnya persis seperti bagian wajah tanpa cacat.  Alhasil, lukisan tersebut menggambarkan wajah raja yang sempurna, tiada cacat. Ketika Sang Raja menerima hasil lukisan itu, raja pun marah. ”Ini penipuan! Dia telah melakukan manipulasi!” Maka pelukis itu pun dihukumnya.

Pelukis ketiga pun datang.  Dia meminta agar Sang Raja berkenan berpose dari berbagai arah. Dari depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan. Dan pelukis ketiga menemukan momen yang tepat. Dia melukis Sang Raja dengan posisi wajah cacatnya, tersembunyi di balik wajah cakap yang terlihat.  Alhasil, lukisan Sang Raja tergambar, apa adanya.

Sikap dan perilaku hidup jujur dan bijaksana sungguh diperlukan di tengah hiruk pikuk ketidakjujuran dan rekayasa!  Semuanya harus bersumber dari hati nurani dan pikiran yang bersih, bermuara pada perkataan dan perbuatan jujur. Sikap dan perilaku hidup jujur dan bijaksana akan  mampu memberi pencerahan. Kehidupan social, politik, hukum, ekonomi, dan pemerintahan harus dibangun atas dasar kejujuran dan kebijaksanaan. Tanpa itu, negara akan hancur.

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com