Konvensi Minamata, Upaya Penanggulangan Dampak Merkuri Global
KUMAMOTO, JEPANG, SATUHARAPAN.COM - Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Bambuaya bersama delegasi dari 121 negara sepakat menandatangani konvensi tentang merkuri yang dinamakan Konvensi Minamata, pada Jumat ini (11/11).
“Penyakit Minamata dapat terjadi di mana saja termasuk di Indonesia akibat kecerobohan kita. Untuk itu, Indonesia harus segera mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan merkuri pada kegiatan industri di Indonesia, termasuk yang digunakan pada pertambangan emas skala kecil,” kata Balthasar Bambuaya yang menjadikan tragedi Pencemaran Merkuri di Minamata, Jepang sebagai pengalaman yang sangat berharga.
Menurut MenLh, sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rawan terhadap perdagangan merkuri yang ilegal. Untuk itu, MenLh mendesak bahwa saatnya bangsa Indonesia menaruh perhatian yang sangat serius terhadap penggunaan merkuri di Indonesia.
Setelah mendengar pengalaman langsung dari korban penyakit Minamata, Masami Ogata dan usai menyaksikan berbagai film tentang penyakit Minamata, MenLH mengatakan,“penyakit akibat pencemaran merkuri nyata adanya dan apabila tidak dicegah, maka tidak mustahil penyakit Minamata akan terjadi di Indonesia 10-15 tahun ke depan.”
Balthasar menilai, sejak beberapa tahun ini pertambangan emas skala kecil yang menggunakan merkuri marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Solok (Sumatera barat), Pongkor (Jawa Barat), Sekotong (NTB), Katingan (Kalteng).
MenLH juga menambahkan bahwa saat ini mungkin belum terlihat dampaknya merkuri pada kesehatan manusia, namun mengingat seriusnya dampak akibat merkuri kepada kesehatan manusia maka diharapkan tragedi Minamata tidak terulang lagi. “Kita tidak boleh main-main dengan bahaya merkuri,” kata Balthasar memperingatkan.
Kehadiran Indonesia untuk menandatangani Konvensi Minamata untuk merkuri ini adalah bentuk tanggung jawab Pemerintah Indonesia untuk melindungi masyarakatnya, tidak hanya untuk generasi sekarang akan tetapi generasi yang akan datang. Selain itu, diperlukan kolaborasi dengan berbagai negara lainnya berkaitan dengan pertukaran informasi, pengalaman, teknologi dan pendanaan.
Di samping kerjasama dengan berbagai pihak dari negara-negara lain, penanganan pencemaran akibat merkuri juga perlu melibatkan berbagai Kementerian dan Instansi, Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat. Kehadiran Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri LH ini dihadiri juga delegasi dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.
Konvensi Minamata
Sementara itu, penamaaan konvensi Minamata mencerminkan semangat bersama untuk tidak mengulangi tragedi kemanusian akibat pencemaran merkuri di Teluk Minamata. Merkuri atau yang dikenal dengan air raksa merupakan logam yang berbentuk cair dalam suhu kamar, mudah menguap dan persisten. Merkuri pada saat ini masih digunakan oleh berbagai industri seperti lampu, alat ukur (termometer, sphygnometer), pertambangan emas skala kecil, dan amalgam tambal gigi.
Penandatanganan Konvensi Minamata untuk merkuri ini dilakukan dalam Konferensi Diplomatik (Plenipotentiaries Conference) untuk merkuri yang dihadiri oleh Kepala Pemerintahan, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Lingkungan Hidup. Konferensi Diplomatik ini dipimpin oleh Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Nobuteru Ishihara.
Penandatanganan Konvensi ini dilakukan setelah empat tahun proses negosisasi Perjanjian Internasional (Konvensi) merkuri yang dimulai dengan persetujuan Menteri-menteri Lingkungan sedunia di Nairobi pada 2009 untuk mengurangi dampak merkuri sebagai pencemar global. Setelah ditandatangani konvensi ini, akan dilakukan entry into force pada tahun 2017.
Konvensi Minamata ini mengatur tentang perdagangan, produk dan prosesnya, pertambangan emas skala kecil, pengelolaan limbah merkuri, pendanaan, dan transfer teknologi.
Duka Cita
Sementara itu, dalam sambutan pembukaan Konvensi Minamata, Menteri Lingkungan Hidup Jepang menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap para korban yang kehilangan nyawa. Dia juga menyampaikan simpati kepada para korban yang menderita akibat penyakit Minamata (minamata disease) ini beserta keluarganya.
Nobuteru Ishihara menyampaikan bahwa dahulu sebelum tragedi terjadi, Minamata merupakan perairan yang sangat indah, akan tetapi ketika laut dicemarkan oleh merkuri dari pabrik kimia petaka penyakit minamata terjadi.
Tragedi Minamata yang terjadi di Teluk Minamata merupakan pelajaran yang berharga bagi pengelolaan lingkungan dan kesehatan manusia akibat ketidakhati-hatian industri dan pemerintah. Pencemaran metil merkuri akibat air limbah dari pabrik kimia PT Chisso telah merubah kehidupan di Teluk Minamata, Kumamoto Jepang.
Tragedi itu terjadi akibat masyarakat yang mengkonsumsi hasil laut (ikan dan kerang) yang mengandung metil merkuri, yang menyebabkan Penyakit Minamata akibat akumulasi metil merkuri di dalam tubuh manusia. Penyakit Minamata menyerang sistem syaraf yang tidak hanya menyebabkan penderitaan dan kematian korban penyakit Minamata, akan tetapi mewariskan dampak kepada anak-anak yang dilahirkan menjadi cacat.
Untuk menindaklanjuti penanganan merkuri, Menteri LH juga melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Dr. Ryutaro Yatsu untuk membahas pengalaman dan teknologi dalam mengatasi persoalan merkuri. Selain itu, Menteri LH juga melakukan pertemuan dengan pihak lain termasuk UNIDO.(menlh)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...