Malala: Blog, Perjuangan dan Penghargaan
SATUHARAPAN.COM – Malala Yousafzai mulai dikenal dunia ketika dia masih berusia 11 tahun, atau lima tahun lalu. Pada tahun 2009 dia menulis dalam sebuah blog untuk BBC layanan berbahasa Urdu. Hal itu yang membawanya sampai hari ini dengan banyak penghargaan dia terima. Terakhir dia disebut sebagai nominator penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2013, selain Presiden Iran, Hassan Rouhani. Namun penghargaan yang sangat bergengsi itu akhirnya diterima oleh Organisasi Pengawasan Senjata Kimia PBB.
Mengapa Malala yang masih sebagai gadis remaja ini begitu jadi pembicaraan dunia? Hal itu dimulai dan blog yang dia tulis, dan kemudian dengan keyakinannya untuk perubahan dunia bagi anak-anak dan perempuan. Tulisan ini menyajikan perjalanan gadis dari lembah Swat ini hingga ke seluruh dunia dan menjadi kebanggan anak-anak dan orang dewasa, khususnya di Pakistan.
Tentang May Swat
Tulisannya tak jauh dari tantangan kehidupannya sehari-hari, sebagai anak yang ingin sekolah, dan terutama sebagai seorang perempuan, di bawah tekanan kekuasaan Taliban di lembah Swat. Dia menulis dalam periode Januari hingga Maret tahun itu.
Lembah ini berada di barat laut Pakistan, di kenal sebagai daerah yang indah, namun terus berkecamuk dengan kekerasan. Pada tahun 2007, militan Islam mengambil alih wilayah tersebut yang oleh Malala disebutnya sebagai "My Swat", dan memberlakukan pemerintahan yang brutal, dan aturan yang meni,bulkan pertumpahan darah.
Media-media menggabarkan situasi itu seperti lawan politik dibunuh, orang-orang umum dicambuk karena pelanggaran hukum syariah, dan perempuan dilarang pergi ke pasar, juga perempuan tidak lagi pergi ke sekolah.
Blog itu dia tulis secara anonim, namun isinya dengan kejelasan dan kejujuran seorang anak. Tulisan itu membuka jendela bagi rakyat Pakistan tentang penderitaan yang dialami dalam kawasan perbatasan itu.
Perjuangan Malala kemudian bergaung dan puluhan ribu perempuan di sana kembali bisa menikmati pendidikan, khususnya di kawasan barat laut Pakistan, di mana pemerintah terus memerangi Taliban lokal sejak tahun 2007.
Ketika tentara pemerintah menyerbu untuk menggulingkan Taliban, Malala melarikan diri dari Swat bersama keluarganya. Ayahnya, Ziauddin adalah kepala sekolah dan dirinya juru kampanye yang berpengalaman di bidang pendidikan.
Setelah periode ini, Malala menghadapi kesulitan untuk melanjutkan pekerjaannya mempromosikan pendidikan. Namun kemudian dia menerima penghargaan untuk pertama kali di bidang perdamaian di tingkat nasional dari Pemerintah Pakistan dan dinominasikan untuk Internasional Children Peace Prize.
Kembali untuk Diserang
Ketika serangan pemerintah memaksa Taliban mundur, Malala akhirnya kembali ke Swat, memanfaatkan situasi yang lebih aman untuk kembali ke sekolah yang ditinggalkan hamper dua tahun.
Namun Malala dan keluarganya adalah subjek yang terus diancam oleh kelompok Taliban. Sampai kejadian tragis pada tanggal 9 Oktober 2012 tersebut dia alami.
Taliban mengatakan bahwa mereka mengincarnya karena “mempromosikan pendidikan sekuler" dan mengancam akan menyerang lagi.
Peristiwa tiga tahun setelah tulisan di blognya itu, dia ditembak di bagian kepala oleh seorang pria Taliban bersenjata. Kasus ini mengejutkan dunia. Sebab, Malala sebenarnya sudah di kenal di masyarakat Pakistan sebagai pejuang pendidikan dan hak perempuan. Bahkan hal itu melambungkan namanya di tingkat internasional.
Kejadian itu, dimulai ketika seorang Taliban menaiki bus sekolahnya dan melepaskan tembakan yang mengenai kepalanya dan juga dua teman lainnya. Namun secara dramatis, nyawanya masih selamat.
Kisah pemulihan berjalan lambat, karena dia harus menjalani beberapa operasi di sebuah rumah sakit militer di Pakistan. Kemudian operasi lanjutan dan program rehabilitasi dilakukan di Inggris. Periode ini memang tidak mudah bagi media internasional melacak Malala.
Malala pertama kali muncul dari rumah sakit pada Januari 2013. Sejak itu hidupnya berbeda sama sekali, terutama jika dibandingkan ketika dia tampil dengan anonym, karena hanya seorang gadis remaja yang berada di bawah tekanan kekuasaan bersenjata Taliban.
Kemudian Malala dinobatkan sebagai salah satu orang paling berpengaruh menurut majalah TIME pada tahun 2013. Dia juga diajukan untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian. Kisah hidupnya yang dibukukan dengan judul “I Am Malala” terwujud melalui kontrak senilai US$ 3 juta (serata dengan Rp 35 miliar).
Catatan Tentang Ketakutan
Tulisan Malala dalam blog yang ditulis di usia 11 tahun itu merupakan rekaman kecemasan dan ketakutan. Sikap Taliban yang keras menolak pendidikan untuk perempuan manjadi perhatian utama tulisannya.
Malala menggunakan nama samalan Gul Makai dalam blognya. Nama itu merupakan nama pahlawan dari cerita rakyat Pashtun. Nama ini mencerminkan perjuangannya menghadapi militan yang terus menghancurkan nilai sekolah-sekolah putri di lembah Swat.
Pada Januari 2009,ketika sekolah tutup untuk liburan musim dingin, dia menulis, " Gadis-gadis itu tidak terlalu bersemangat tentang liburan, karena mereka tahu jika Taliban menerapkan dekrit mereka (melarang pendidikan anak perempuan) mereka tidak akan bisa datang ke sekolah lagi. Menurut pandangan saya bahwa sekolah akan dibuka kembali suatu hari, tapi sementara meninggalkannya aku menatap gedung seolah-olah saya tidak akan datang lagi ke sini lagi."
Dia mendokumentasikan kecemasannya dan teman-temannya. Mereka merasa seolah mereka melihat para pelajar menjatuhkan diri dari kelas karena takut menjadi sasaran oleh serangan gerilyawan. Sejak itu gadis-gadis remaja itu bersekolah tidak mengenakan seragam, tetapi dengan pakaian biasa agar tidak menarik perhatian.
Yang dia bayangkan memang terjadi, ketika pasukan pemerintah menyerang lembah Swat dalam operasi militer, Malala dan keluarganya, juga ribuan keluarga lain meninggalkan lembah itu, dan gedung Sekolah mereka.
Ayah Di Balik Layar
Ayahnya adalah tokoh penting di balik apa yang dilakukan Malala. Keluar dari kampong halaman, Malala tetap konsisten dengan gagasannya dan mendapat dukungan dan dorongan dari orangtuanya. Ide menulis dalam blog itu juga gagasan Ziauddin, ayahnya, seorang pria yang mengajar di sebuah sekolah swasta lokal.
Dalam profil panjang diterbitkan di majalah Vanity Fair, salah satu guru dari Swat mengatakan bahwa ayahnya "mendorong Malala untuk berbicara secara bebas dan mempelajari segala sesuatu yang dia bisa.”
Identitasnya sebagai gadis blogger dari Swat akhirnya terkuak ketika Malala menjadi makin vocal berbicara tentang masalah hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Ini adalah subjek dia tidak pernah berkurang gairahnya untuk membahas, bahkan setelah kembali ke Swat, ketika militant Swat mulai terdesak.
Bersuara Makin Keras
Malala Yousafzai semakin keras bersuara, "Saya ingin setiap gadis, setiap anak untuk mendapatkan pendididikan." Pada tahun 2009 dibuat sebuah film dokumenter tentang dia.
Perjuangannyan itu memperioleh sejumlah penghargaan. Pada tahun 201, Malala dinominasikan untuk mendapatkan Nobel Perdamainan Anak Internasional oleh The KidsRights Foundation. Pada 2012 pemerintah Pakistan memberikan Penghargaan Perdamaian Nasional. Bahkan nama penghargaan itu diganti menjadi Penghargaan Nasional Perdamaian Malala, bagi mereka berusia di bawah 18 tahun.
Malala kemudian diangkat menjadi utusan khusus Amerika Serikat untuk wilayah tersebut. Richard Holbrooke, mendesak dia untuk melakukan sesuatu bagi keadaan perempuan yang menginginkan pendidikan.
Saya Malala
Ketika seorang Taliban menyerang bus sekolah dan beberapa kali menembak, sebuah peluru menghantam alis kiri Malala dan bukannya menembus tengkoraknya itu bepergian di bawah kulit, panjang sisi kepalanya dan masuk ke bahunya.
Dengan dukungan global dia diterbangkan ke Inggris dan dirawat di Rumah Sakit Queen Elizabeth di kota Birmingham. Dia mendapatkan pengobatan spesialis, dan plat titanium serta implan koklea ditanam di tengkoraknya untuk membantunya mendengar.
Pada bulan Maret, dia mulai bersekolah di Edgbaston High School. Sedangkan ayahnya mendapatkan pekerjaan pada kantor konsulat Pakistan di Birmingham untuk selama tiga tahun.
Sebuah dana bantuan dibuat dengan namanya dalam kerja sama dengan aktres Hollywood, Angelina Jolie. Dana itu untuk membantu pendidikan bagi semua anak-anak. Hibah pertama yang disediakan oleh Malala Fund adalah untuk keluarga di Lembah Swat, daerah kelahirannya untuk menjaga anak perempuan di sana tetap mendapatkan pendidikan.
Pada 12 Juli lalu, Malala berpidato markas bersar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York. Di depan Majelis Pemuda yang unik, dia mengatakan, “One child, one teacher, one book and one pen can change the world. Education is the only solution.” Pernyataan yang bergaung di dunia untuk memberikan perhatian tentang p[endidikan bagi semua anak.
Bukunya yang berjudul "Saya Malala" juga akan segera bisa dibaca sebelum 2013 ini berakhir. Dalam satu tulisannya pada buku hariannya yang ditulis empat tahun yang lalu, dia menulis begini, “…Hari ini, saya membaca buku harian saya ditulis untuk BBC dalam bahasa Urdu. Ibuku menyukai nama pena saya, Gul Makai. Saya juga menyukai nama itu, karena nama aslinya saya berarti diserang kesedihan.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...