Menempuh Via Dolorosa
Di Via Dolorosa saya menatap iri kepada seorang lelaki yang dipaksa mengangkat salib Kristus.
SATUHARAPAN.COM – Seandainya saja… saya bisa hadir di jalan berdebu itu… Via Dolorosa. Di Yerusalem lama. Antara Istana Pilatus dan Golgota. Akan saya tempuh jalan itu hingga tuntas. Tidak peduli betapa tubuh lunglai ini, dengan rangkanya remuk oleh duka yang menjerat batin…
Jika saya hadir di jalan setapak berbatu itu. Via Dolorosa. Melangkah tertatih mengikuti iring-iringan prosesi kelam. Menyaksikan sengsara Kristus yang menanggung dosa dunia… Dosa dan kesalahan saya yang memalukan… yang ingin saya sembunyikan pada relung hati terdalam… kini terpampang nyata pada tubuh penuh luka yang menyatu dengan kayu kasar berbentuk salib itu…
Di Via Dolorosa saya menatap iri kepada seorang lelaki yang dipaksa mengangkat salib Kristus. Ah… seandainya saya bisa melakukan sesuatu… yang paling tidak berarti sekalipun… untuk Tuhan saya…
Namun tentu saja, saya tidak dapat hadir di sana… Antara saya dan peristiwa Via Dolorosa Kristus terbentang jarak dan waktu yang tidak terseberangi. Tetapi di sini… pada saat ini… saya menghadapi Via Dolorosa saya sendiri… Salib yang jauh lebih ringan… diberikan-Nya dengan lembut agar saya membawanya…
Meski salib yang diberikan-Nya ringan… dan jalan yang harus ditempuh… Via Dolorosa saya… penuh sukacita bersama-Nya. Berulang kali saya menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari jalan untuk menyimpang. Duh… jiwa yang rapuh…tidakkah kenangan akan Via Dolorosa Kristus… cukup untuk membuat saya menanggung salib saya…
Dengan anugerah-Nya… dengan anugerah-Nya saja, saya akan bertahan hingga akhir!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Kemendikdasmen Gelar Belajar Darurat untuk Korban Erupsi Lew...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merespons damp...