Milisi Anti Balaka Dianggap Musuh Perdamaian Afrika Tengah
BANGUI, SATUHARAPAN.COM - Komandan pasukan Perancis di Republik Afrika Tengah (CAR) menuduh milisi yang disebut anti Balaka sebagai "musuh utama perdamaian" di negara itu yang akan ditaklukkan sebagai penjahat dan preman.
Mereka disebut sebagai preman, dan terutama beranggota warga Kristen telah dituduh melakukan serangan brutal terhadap pemberontak Muslim yang menggulingkan Presiden Francois Bozize pada Maret tahun lalu.
Kelompok pemberontak yang mayoritas Muslim dipimpin oleh Michel Djotodia. Namun dia dipaksa turun jabatan bulan lalu setelah gagal mengakhiri kekerasan sektarian di negara itu.
"Mereka yang menyebut diri mereka anti Balaka telah menjadi musuh utama perdamaian di Republik Afrika Tengah, yang ditunjukkan dengan serangan pada seluruh masyarakat,” kata komandan pasukan Prancis, Jenderal Francisco Soriano, dalam sebuah pertemuan di Bangui dengan para pemimpin agama di negara itu.
Sebuah operasi dengan nama sandi Perancis Sangaris dilancarkan untuk mengakhiri kerusuhan yang dimulai dua bulan lalu.
Namun Usukup Agung Bangui, Dieudonne Nzapalainga, meminta media untuk tidak mengacu kelompok itu sebagai "milisi Kristen".
Dia mengatakan, "Pada 1990-an, milisi desa melindungi orang-orang dari perampok. Mengajak mereka menjadi milisi untuk pertahanan diri, milisi desa, tetapi tolong kita harus memisahkan kata “Kristen” dalam konteks ini. "Muslim bukan satu-satunya yang menderita (akibat serangan) anti Balaka. Kita semua menjadi korban,” kata dia menambahkan.
Tidak Jelas
Jenderal Soriano mengatakan kepada AFP bahwa tidak ada yang mengetahui tentang rantai komando milisi itu, siapa pemimpinnya atau apa pesan politiknya.
Soriano mengatakan, dia tidak akan memasukkan anggota milisi itu seperti yang disarankan oleh "koordinator politik" gadungannya, Patrice Edouard Ngaissona. Sebab, hal itu akan "memberi mereka legitimasi yang mereka tidak miliki, dan memberi mereka kemungkinan untuk menjadi kekuatan, padahal mereka tidak.” "Tidak akan ada tempat (untuk mereka), mereka akan lebih pantas diusir sebagai penjahat dan preman,” kata dia menambahkan.
Ngaissona menyampaikan kritik terhadap pemerintah baru yang menyingkirkan pasukannya, namun dia siap untuk perlucutan senjata. "Mereka tidak ingat, kita adalah orang-orang yang menyelamatkan mereka," kata Ngaissona kepada AFP di kubunya di Boy-Rabe, lingkungan di utara ibukota Bangui.
Mantan Menteri
Ngaissona adalah seorang menteri pada pemerintahan yang digulingkan tahun lalu, dan juga ketua federasi sepak bola negara itu. Dia membela tindakan kelompoknya. "Selama beberapa bulan, masyarakat internasional tidak melakukan apa pun. Tidak ada yang memberitahu Djotodia dan tentara bayaran untuk menghentikan (serangan). Jadi, pada bulan Juli, rakyat bangkit. "Harus ada pengakuan atas peran anti Balaka dalam membebaskan rakyat Afrika Tengah."
Ngaissona juga mengkritik presiden yang baru, Catherine Samba Panza, yang diangkat pada tanggal 20 Januari, karena tidak menunjuk dia atau anggota anti Balaka lain dalam pemerintahan transisi.
"Nyonya mengatakan dia akan mengangkat penasihat dan menteri dari kami, tapi dia tidak melakukan apa-apa,” kata dia. "Dia tidak menyukai hari ini adalah hasil dari pemerintahan dan kabinetnya."
Ngaissona menggambarkan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap umat Islam sebagai "menyeimbangkan skor" dan menyalahkan pelanggaran oleh "preman nakal."
Namun dia mengakui memiliki "masalah hukum." Dia pernah dipenjara pada awal 2000-an karena korupsi dan kasusnya masih terus diselidiki. Namun dia mengatakan bahwa hal itu hanya sebuah cara untuk menghalangi dia dari kekuasaan. (AFP)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...