Loading...
HAM
Penulis: Ignatius Dwiana 14:11 WIB | Rabu, 23 Oktober 2013

15 Tahun Komnas Perempuan

Dari kiri ke kanan, Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, dan Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah di kegiatan peringatan 15 Tahun Komnas Perempuan. (Foto Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah menjadi salah satu tonggak sejarah capaian gerakan perempuan dan kini menjadi contoh bagi negara lain yang bermaksud juga memiliki lembaga nasional hak asasi manusia yang berfokus pada isu kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan telah meletakkan fondasi lembaga yang independen dan otonom, terbuka, transparan dan akuntabel, serta konstruktif-transformatif atau memperbaiki sistem selama 15 tahun.

Situasi itu dijumpai dalam kegiatan peringatan 15 Tahun Komnas Perempuan di Jakarta pada hari Selasa (22/10) dengan tajuk "Menata Langkah Bersama Memajukan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan".

Komnas Perempuan telah mendedikasikan diri dalam kinerja membela hak-hak korban atas nama kebenaran, keadilan, dan pemulihan. Komnas Perempuan juga melakukan konsultasi dan bermitra dengan berbagai kalangan, pertanggungjawaban publik, mekanisme pemilihan komisioner yang independen, serta memantapkan posisi Komnas Perempuan sebagai lembaga nasional hak asasi manusia (HAM).

Dalam 15 tahun perjalanannya, jumlah korban yang melaporkan kasus terus meningkat, seperti termuat dalam Catatan Tahunan (Catahu), kompilasi data nasional kasus yang ditangani lembaga layanan. Pada 2000, ada lebih dari 3.169 kasus, sementara pada 2012 menjadi 216.156 kasus atau hampir 70 kali lipat. Keberanian korban untuk melaporkan patut dihargai, sebab seluruh catatan itu masih merupakan puncak gunung es dari persoalan Kekerasan terhadap Perempuan (KtP).

Peringatan 15 Tahun Komnas Perempuan dihadiri 95 wakil organisasi, terutama pelayanan bagi perempuan korban kekerasan di 17 provinsi dari Papua hingga Aceh.

Komnas Perempuan merupakan "putri" sulung reformasi, dilahirkan dari desakan masyarakat antikekerasan terhadap perempuan kepada negara, untuk bertanggungjawab atas tindak kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual di dalam Tragedi Mei 1998.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home