16 Hari Dunia Berwarna Oranye
16 Hari Kampanye Melawan Kekerasan Berbasis Jender. Diskriminasi dan Ketidak-setaraan adalah Sumber Kekerasan pada Perempuan.
SATUHARAPAN.COM – Selama 16 hari sejak hari ini, Rabu (25/11) hingga Kamis (10/12) berbagai kota di dunia akan dipenuhi warna oranye. Berbagai aktivitas oleh masyarakat sipil diselenggarakan untuk ‘’membuat dunia berwarna oranye’’ (Orange the World).
Ini adalah kampanye yang diselenggarakan oleh Perempuan PBB (UN Women) untuk mengakhiri kekerasan pada perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Pilihan warna oranye menadai harapan dan masa depan yang cerah dengan kehidupan tanpa kekerasan pada perempuan dan anak perempuan.
Lebih dari 100.000 orang bergabung dalam maraton internasional di Istanbul, Turki pada 15 November lalu dengan slogan: ''Katakan Tidak terhadap Kekerasan pada Perempuan.'' Kegiatan ini menggunakan warna tema keseluruhan oranye.
Direktur Eksekutif UN Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka, dalam siaran persnya mengatakan bahwa "kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan tetap menjadi salah satu masalah paling serius, dan paling ditoleransi dari pelanggaran hak asasi manusia."
Masalah ini terkait hubungan sebab dan akibat dengan ketidaksetaraan jender dan diskriminasi. Masalah ini terus saja terjadi menunjukkan ada ketidak-seimbangan dalam masyarakat. ‘’Dan kami bertekad untuk mengubah itu," kata dia.
Hari Rabu ini (25/11) merupakan peringatan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, dan dilakukan untuk kampanye menghapus kekerasan berbasis jender. Kegiatan berlangsung hingga 10 Desember dimana dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia.
"Fokusnya sekarang harus pada pencegahan, meskipun tidak ada solusi tunggal untuk masalah yang kompleks ini. Ada bukti dari berbagai tindakan yang dapat menghentikan kekerasan sebelum hal itu terjadi,’’ kata Mlambo Ngcuka.
Menurut Perempuan PBB, ada beberapa kemajuan dalam masalah ini, setidaknya banyak negara mengadopsi hukum anti kekerasan pada perempuan. Sekarang ada 125 negara yang memiliki undang-undang anti pelecehan seksual, 119 negara memiliki undang-undang tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan 52 negara memiliki undang-undang tentang perkosaan dalam pernikahan.
Parade kendaraan roda tiga, Tuk Tuk, diselenggarakan di kota Pnom Penh, Kamboja. Sekitar 50 pengemudi Tuk Tuk bergabung untuk kampanye mengakhiri kekerasan pada perempuan.
Badan ini memperingatkan bahwa masih banyak tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di setiap negara. Tindakan itu antara lain perempuan dipukuli di rumah mereka, dilecehkan di jalan-jalan, dan diintimidasi di Internet.
Perempuan PBB menekankan bahwa mencegah dan mengakhiri kekerasan itu berarti mengatasi akar penyebabnya, yaitu ketidaksetaraan jender. Oleh karena itu, harus diakhiri semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan.
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...