210.000 Mengungsi Akibat Konflik Sektarian di Afrika Tengah
BANGUI, SATUHARAPAN.COM - Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa–bangsa (UNHCR) mengatakan bahwa sekitar 210.000 orang mengungsi di ibukota Republik Afrika Tengah, Bangui, dalam dua minggu terakhir sebagai akibat kekerasan sektarian di negara itu.
Warga Republik Afrika Tengah melarikan diri dari pertempuran antara Muslim dan Kristen di negara itu, di mana Prancis telah mengirim sekitar 1.600 tentaranya yang bertindak sebagai pasukan perdamaian Uni Afrika.
Sejumlah organisasi kemanusiaan mengatakan bahwa sedikitnya 500 orang telah tewas di Bangui pada bulan Desember dalam membunuh sporadis terhadap warga sipil oleh kedua belah pihak.
"Di Bangui, staf kami melaporkan meningkatnya ketakutan yang meluas," kata juru bicara UNHCR, Adrian Edwards, hari Selasa (17/12) di Jenewa, Swiss.
"Kami juga terus mendengar serangan terhadap umat Kristen oleh mantan Seleka (milisi yang sebagian besar anggotanya Muslim dan telah dibubarkan), serta penjarahan , pembunuhan dan rumah yang dibakar,” kata dia.
Risiko Kelaparan
UNHCR mengatakan bahwa ratusan orang mempertaruhkan nyawa mereka dengan melarikan diri dari negara itu dengan perahu melintasi cabang Sungai Kongo.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka melanjutkan pengiriman makanan untuk sekitar 40.000 orang di dekat bandar udara Bangui setelah situasi keamanan memaksa mereka menghentikan aktivistas selama akhir pekan.
Badan ini juga memperingatkan bahwa sampai seperempat dari 5,2 juta penduduk negara kaya mineral itu akan menghadapi risiko kelaparan.
Pihak PBB sendiri dikritik karena respon yang lambat terhadap krisis, tetapi Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki –moon, pada hari Senin mengatakan organisasi internasional itu meningkatkan aktivitasnya dalam tanggap kemanusiaan.
Kekerasan juga dilaporkan di kota Bossangoa, sekitar 400 kilometer sebelah barat laut dari Bangui. Pejabat keamanan PBB melaporkan bahwa milisi telah menjarah toko-toko dan rumah-rumah dibakar di bagian utara kota itu.
Paris Minta Bantuan Uni Eropa
Sementara itu, Laurent Fabius, Menteri Luar Negeri Prancis, mengatakan bahwa beberapa negara Eropa akan mengirim pasukan ke Afrika tengah untuk mendukung pasukan Prancis di sana.
Pada pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa pada hari Senin, Prancis meminta lebih banyak bantuan dari sekutunya untuk memperkuat misi penjaga perdamaian, selain bantuan logistik dan keuangan.
"Kami akan segera memiliki pasukan di lapangan dari rekan-rekan Eropa kami," kata Fabius kepada parlemen Prancis dalam menanggapi pertanyaan tentang kurangnya dukungan Eropa.
Negara-negara Eropa termasuk Polandia, Inggris, Jerman, Spanyol dan Belgia telah memberikan berbagai bentuk bantuan dalam menghadapi krisis di republic Afrika Tengah. Namun, pasukan Prancis tidak didukung dengan tentara Eropa lainnya.
Pertempuran di bekas koloni Prancis itu terjadi antara pemberontak Musli, terutama Seleka yang berasal dari negara tetangga Chad dan Sudan, dan kelompok Kristen, Anti Balaka yang namanya berarti "anti parang."
Para pejuang Kristen menentang mantan pemberontak Muslim yang bertanggung jawab atas kekerasan di Republik Afrika Tengah sejak Maret. (un.org/AFP/Aljazeera.com)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...