27 Nyawa Melayang Menambah Duka Bangladesh
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Belum hilang duka akibat runtuhnya gedung pabrik garmen di Dhaka, Bangladesh kembali dirundung kesedihan pasca-unjuk rasa kelompok Muslim selama dua hari berurut-turut kemarin. Unjuk rasa yang diwarnai bentrokan dengan pihak kepolisian ini memakan korban jiwa sebanyak 27 orang dan puluhan luka-luka. Arus protes yang terjadi sejak Minggu (05/05) berlanjut hingga Senin (06/06). Para demonstran itu menuntut penegakan hukum Islam di Bangladesh.
Polisi sempat menggunakan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan para demonstran. Akan tetapi hal itu tidak menyurutkan kelompok Hefazat-e Islam untuk tetap melakukan aksi protes di ibukota.
Dalam aksi demonstrasinya, mereka meneriakkan, "Allahu Akbar!" ("Allah Maha Besar!") Satu titik! Satu permintaan! Atheis harus digantung". Dalam aksi ini, mereka memblokir setidaknya enam jalan utama di kota Dhaka karena bergerak menuju pusat bisnis Motijheel. Para perusuh membakar kendaraan dan bangunan toko.
Dua orang polisi juga ikut menjadi korban dalam kerusuhan Dhaka. Selain itu setidaknya, ada lima orang dilaporkan meninggal dunia dalam bentrokan di Chittagong dan dua orang lagi di Bagerhat.
Pemerintah Bangladesh yang menganut demokrasi sekuler menolak tuntutan koelompok Hefazat-e Islam untuk membuat undang-undang baru tentang penghujatan agama. Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mengatakan undang-undang yang dimiliki saat ini sudah memadai. Di Bangladesh hampir 90 persen penduduknya menganut Muslim dan sisanya beragama Hindu.
Kelompok Hefazat-e Islam
Kelompok ini adalah sebuah koalisi kelompok Islam yang berusaha mengubah budaya sekuler Bangladesh menjadi budaya Islami. Mereka mulai bangkit dan menonjol sejak Februari 2013 melalui unjuk rasa dan kampanye yang menuntut hukuman mati bagi seorang pemimpin Islam atas kejahatan perang.
Kelompok ini didukung oleh sekolah-sekolah agama yang ada di Bangladesh. Mereka juga memiliki 13 poin dalam piagam yang berisi tuntutan penegakkan hukum Islam di Bangladesh. Salah satunya hukuman bagi mereka yang menghina Islam.
Selain itu mereka juga menuntut pemisahan laki-laki perempuan, kebijakan pemerintah yang melibatan perempuan dalam pembangunan nasional justru memancing kemarahan kelompok oposisi perempuan.
Agresif
Situasi di pusat Dhaka mulai mereda setelah Senin malam (06/05). Mengantisipasi terulangnya bentrokan, polisi setempat mengeluarkan larangan untuk tidak melakukan unjuk rasa hingga tengah malam.
Gelombang ribuan aktivis Islam terlihat mulai meninggalkan daerah Motijheel, Dhaka pada hari Minggu. Polisi mulai bergerak untuk mengamankan daerah tersebut. Setelah mengamankan kawasan bisnis, para pihak berwajib mencari pengunjuk rasa yang masih bersembunyi di sekitar tempat itu.
Sebelumnya, lokasi sekitar masjid terbesar di Dhaka menjadi medan pertempuran antara polisi dan pendemo. Aksi lempar batu, gas air mata, granat, peluru karet, dan tongkat berserakan di lokasi itu. Bentrokan lain juga pecah di Kanchpur, pinggiran selatan-timur Dhaka.
Beredar berbagai berbagai laporan mengenai jumlah korban tewas dan luka seputar kerusuhan itu, namun polisi telah mengkonfirmasi bahwa dua perwira dan anggota pasukan keamanan ikut menjadi korban meninggal di Kanchpur.
Laporan saksi mata yang tidak mau disebut namanya mengatakan bahwa situasi berubah dengan cepat menjadi tak terkendali saat beberapa orang mulai melempar batu dan polisi tak punya pilihan selain bertindak.
"Para perusuh merusak pasar dan membakar toko-toko di mana Alquran dijual, ribuan Quran dan buku-buku agama dibakar,” tambah saksi itu. Perusuh juga menyerang kantor politik partai dan masjid Dhaka. Seorang pegawai bank yang tidak ingin nanamnya disebutkan ikut memberi kesaksian, "Saya seorang Muslim dan 90 persen dari populasi di sini Muslim juga, tapi para pengunjuk rasa itu tidak mewakili pandangan kami."
Editor : Wiwin Wirwidya Hendra
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...