Abdullah: KPK Harus Desak Polri Tidak Tebang Pilih Kasus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua mengatakan KPK harus mendesak Polri agar tidak tebang pilih dalam menangani kasus.
Sebab kata Abdullah apabila nantinya Polri melakukan penahanan terhadap Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto (BW).
"Artinya, jika nanti BW ditahan, maka Bareskrim juga harus segera menangani kasus Budi Gunawan (BG) jika benar Kejagung sudah melimpahkan kasusnya ke Mabes Polri," kata Abdullah saat dihubungi wartawan, di Jakarta Jumat (24/4).
Menurut Abdullah hal itu sesuai dengan putusan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyatakan KPK tidak berwenang menangani kasus gratifikasi Budi Gunawan sehingga status tersangka KPK dianulir.
"Putusan praperadilan tidak menetapkan BG tidak korupsi tetapi hanya menetapkan BG bukan penyelenggara negara sehingga tidak menjadi domain KPK," kata dia.
Sebelumnya Bambang Widjojanto menjadi pesakitan Bareskrim Polri lantaran kasus pengarahan kesaksian palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Surat penahanan Bambang ditarik kembali oleh Polri sehingga terhadap mantan pengacara itu belum dilakukan penahanan.
Sementara, kasus gratifikasi Komjen Budi Gunawan yang kini menjabat Wakil Kapolri telah dikembalikan Kejaksaan Agung ke Bareskim setelah pelimpahan dari KPK. Menyusul gugatan praperadilan yang dimenangkan Budi Gunawan atas penetapan status tersangkanya oleh KPK.
Komite Etik KPK Percuma
Abdullah Hehamahua mengatakan pembentukan komite etik yang akan mengawasi kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai akan sia-sia. Sebab kinerja pengawasan terhadap lembaga penegak hukum yang ada selama ini kurang optimal dan pembentukan komite etik bagi KPK selayaknya Komisi Kejaksaan atau Komisi Kepolisian Nasional percuma.
"Menurut saya mubazir. Sebab, kasus BG (Budi Gunawan) menunjukkan kelemahan Kompolnas," kata dia.
Dikatakan Abdullah jika nanti kinerja komite etik juga tidak bisa mengawasi KPK dengan baik pada akhirnya harus ada mekanisme yang mengawasi komite itu sendiri
"Agar tidak melakukan blunder sebagaimana dibuat Kompolnas atau Komisi Kejaksaan," kata dia.
Untuk itu, kata Abdullah anggota dari Komite Etik KPK haruslah dipilih oleh panitia seleksi yang langsung dibentuk Presiden sebagai kepala negara, bukan sebagai kepala pemerintahan. Kualitas dari anggota komite etik pun harus lebih tinggi atau minimal sederajat dengan pimpinan KPK.
"Dalam konteks ini, pimpinan KPK tidak lagi dipilih DPR tetapi final di pansel. DPR hanya menetapkan, menerima atau menolak pilihan pansel," kata dia.
Abdullah menyarankan, ketimbang membentuk lembaga pengawasan baru, akan lebih efektif jika pemerintah memberi kewenangan lebih besar kepada penasihat KPK.
"Sebab, nasihat dan atau pertimbangan yang disampaikan penasihat tidak mengikat pimpinan KPK," kata dia.
Ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK yang berkaitan dengan penasihat perlu disempurnakan. Yakni, nasihat dan pertimbangan KPK menjadi prioritas pertimbangan bagi pimpinan dalam mengambil putusan atau menetapkan suatu kebijakan. Sedangkan terhadap pegawai KPK, nasihat dan pertimbangan penasihat, bersifat mengikat.
"Dengan demikian, kualitas penasihat KPK di atas, minimal sederajat dengan kualitas pimpinan KPK," kata dia.
Sebelumnya dalam rapat pleno pengambilan keputusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang KPK tadi malam, seluruh fraksi di Komisi III DPR menyetujui Perppu disahkan menjadi undang-undang, namun dengan beberapa syarat dan catatan. Salah satunya membentuk sebuah komite etik yang akan mengawasi kerja KPK.
Selain itu, DPR menyoroti mengenai penghapusan batasan umur maksimal 65 tahun calon pimpinan di Perppu KPK untuk memasukkan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Taufeiqurrahman Ruki yang telah berumur 68 tahun.
Ada pula masukan mengenai latar belakang pendidikan Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi yang bukan dari bidang hukum. Beberapa fraksi juga meminta percepatan seleksi calon pimpinan KPK karena periode pimpinan jilid III saat ini berakhir pada Desember 2015.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...