Achmad Nurcholish: Generasi Muda Merupakan Agen Perdamaian
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia Conference on Religion and Peace (ICRP) menilai bahwa anak-anak muda Indonesia merupakan duta atau agen perubahan, dan peace maker building.
Demikian dikatakan Achmad Nurcholish selaku Koordinator Bidang Penelitian ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace), pada Selasa (24/9) saat ditemui satuharapan.com di ruang kerjanya di Jakarta Barat.
Nurcholish mengatakan bahwa youth camp yang diselenggarakan oleh ICRP dan Harmoni Mitra Media mulai dari Jumat (27/9) hingga Minggu (29/9) mendatang merupakan kegiatan tahunan. Kegiatan rutin yang diselenggarakan ICRP ini sebagai pembentuk perdamaian bagi generasi muda, khususnya pada usia mahasiswa.
“Salah satunya kita (ICRP) ingin menyasar anak-anak muda menjadi peace building dan conflict resolution. Oleh karena itu Youth Camp ini sendiri sebetulnya sebagai rangkaian akhir dari kegiatan ini sebagai penghujung. Sebab, sebelumnya mereka sudah mengikuti kegiatan harmony goes to campus,” kata Nurcholish.
Harmoni di Kampus
Harmony Goes To Campus, kata Nurcholish merupakan kegiatan yang diikuti beberapa mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berlatar belakang berbagai agama yang ada di kawasan Jabodetabek. Kegiatan Harmony Goes To Campus merupakan kegiatan bedah buku yang diselenggarakan di beberapa kampus di Jakarta. Dua buku yang dibedah adalah Melawan Kekerasan Atas Nama Agama dan Masalah Pernikahan Beda Agama.
“Waktu itu di UIN Syarif Hidayatullah kita membedah buku Masalah Pernikahan Beda Agama. Kemudian di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) itu Melawan Kekerasan Atas Nama Agama. Kemudian di sekolah di Sekolah Tinggi Agama Hindu di Rawamangun tentang Melawan Kekerasan Atas Nama Agama. Lalu di UPJ (Universitas Pembangunan Jaya) mengulas buku Masalah Pernikahan beda agama, di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) Melawan Kekerasan Atas Nama Agama,” kata Nurcholish.
Saling Menghormati
Nurcholish menambahkan bahwa pada sesungguhnya di Indonesia ini diwarnai dengan ke-bhinekaan, sehingga yang paling penting untuk ditekankan adalah sikap saling menghargai dan toleransi. Sikap toleransi harus dimulai dari generasi muda agar menghasilkan banyak tokoh muda yang pro kepada perdamaian dan
“Dalam kebhinekaan itu kita harus dapat saling menghargai dan toleransi, terhadap keragaman itu, dan perdamaian, yang harus dimulai dari anak-anak muda,” lanjut Nurcholish.
Achmad Nurcholish menganggap bahwa dewasa ini keragaman dan kebhinekaan merupakan sesuatu hal yang dianggap remeh, akan tetapi saat terjadi konflik maka generasi muda acapkali kebingungan bersikap. Oleh karena itu, Youth Camp ini merupakan sarana untuk membekali generasi muda dengan berbagi pengalaman
“Kegiatan ini tujuannya memang ingin memperkenalkan keragaman dan kebhinekaan yang ada di lingkungan anak-anak muda, walau sebenarnya sebenarnya sudah ada keragaman di sekitar kita, namun kadang kala generasi muda bingung apa yang harus kita lakukan dengan keragaman atau kebhinekaan itu,” kata Nurcholish.
Cepat Tanggap
Nurcholish melanjutkan bahwa saat ini anak muda harus cepat tanggap atas konflik-konflik berbau intoleransi yang acapkali terjadi di Indonesia. Akan tetapi generasi muda harus bereaksi positif dan konstruktif terhadap konflik.
“Sekarang masalah yang lebih penting adalah bagaimana anak muda menjawab tantangan dalam perbedaan itu, karena tujuan yang kedua adalah bagaimana mereka melihat perbedaan yang ada di sekitarnya. Bagaimana mereka melihat berbagai peristiwa yang terkait dengan perbedaan agama,” lanjut Nurcholish.
Acara Youth Camp tersebut memfokuskan pada aktivitas mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berlatar belakang agama di Jabodetabek untuk lebih banyak berbagi ingin menggali apa saja yang ada di lingkungannya masing-masing, sekaligus menyiapkan berbagai strategi-strategi yang penting untuk penuntasan dan resolusi konflik.
Generasi Penerus
Nurcholish mengatakan bahwa acara Youth Camp yang nantinya akan diselenggarakan di Lembang, Bandung tersebut akan melahirkan tokoh-tokoh perdamaian dan toleransi sekaliber (alm.) Abdurrahman Wahid atau (alm.) Nurcholis Madjid. Acara tersebut dahulu pernah diselenggarakan pada 2001 di Cipelang, Sukabumi.
“Kegiatan ini outcome-nya adalah nantinya anak-anak muda yang masih belia, menjadi peace maker di lingkungannya masing-masing, karena kalau tidak begitu maka kita akan kehilangan generasi penerus. Siapa sih sekarang tokoh-tokoh lintas agama, dan yang memiliki integritas terhadap masalah perdamaian dan, toleransi dan kemajemukan?" kata dia.
"Karena tokoh-tokoh lintas agama saat ini sudah usia lanjut seperti Romo Magnis, Musdah Mulia. Akan tetapi Gus Dur dan Cak Nur kan sudah tidak ada. Karena generasi penerus itu kan tidak bisa lahir begitu saja tanpa diupayakan, sehingga kami menganggap penting untuk mengajak anak-anak muda mengajak untuk berperan secara lebih mendalam perihal kebhinekaan,” kata Nurcholish.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...