Ada Lagi Yang Permainkan Harga Daging Sapi?
SATUHARAPAN.COM – Selama bulan puasa dan sekitar Lebaran, harga daging sapi biasanya naik, dan diperkirakan hal itu terjadi karena naiknya permintaan. Kenaikan harga itu dianggap sebagai situasi khusus dan ‘’normal’’ karena setiap bulan Puasa dan Lebaran selalu ditandai naiknya harga-harga kebutuhan, termasuk daging sapi.
Namun harga daging sapi selama Puasa dan Lebaran tidak setinggi sekarang, setelah lebih dari tiga pekan. Kalau harga pada kurun itu berkisar Rp 80.000 per kilogram, sekarang justru melonjak sekitar Rp 120.000 per kilogram. Bagaimana bisa terjadi ketika permintaan semestinya turun?
Hal ini mencerminkan situasi yang tidak lagi normal yang terkait dengan hukum pasokan dan permintaan. Maka memang patut dipertanyakan bahwa harga ini adalah akibat dari suatu permainan terhadap kebutuhan rakyat. Oleh karena itu, perlu diselidiki tentang permainan yang membahayakan kehidupan ekonomi bangsa ini untuk segera dihentikan.
Situasinya, bahkan menjadi lebih kompleks, karena para pedagang melakukan mogok berdagang seperti diserukan oleh asosiasi mereka. Situasi ini membuat kebutuhan masyarakat akan daging makin tidak mudah dipenuhi.
Pemerintah merespons dengan menggelar operasi pasar dan memasok pasar dengan harga daging sapi yang lebih murah dari harga yang sekarang diberlakukan oleh pedagang. Apakah oprasi ini bisa mengatasi masalah ketersediaan kebutuhan pangan sumber protein ini, akan terlihat dalam beberapa hari ke depan. Namun juga muncul pertajnyaan apakah akan ada solusi yang lebih berkelanjutan, atau hanya mengatasi masalah sesaat.
Masalah Lama
Masalah perdagangan daging sapi ini telah lama muncul di Indonesia. Namun masalah pokoknya selalu saja simpang siur terkait dengan masalah stok dan impor. Bahkan kenaikan harga daging sapi itu juga sebagai angka ‘’misterius’’ bagi rakyat peternak sapi yang juga nyaris tidak menikmati ketika harga melonjak.
Kita juga diingatkan bahwa petinggi sebuah partai telah masuk bui karena kasus skandal korupsi dalam permainan impor daging sapi. Dan situasi kali ini mengundang reaksi Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel dengan pernyataan yang menuding bahwa mogok para pedagang telah dinilai sebagai ‘’mengganggu roda perekonomian nasional.’’ Dia bahkan menyebut pasokan daging itu ada dan cukup, tetapi ada yang menahannya.
Menteri menyebutkan bahwa izin impor diberikan kepada Bulog sebagai stabilisator suplai dan harga, bukan kepada pengusaha importir. Dia bahkan menyebutkan ‘’Mereka mengendalikan, tidak mau melepaskan sapi-sapinya.”
Tampaknya masalah ini akan mengundang proses penyelesaian secara hukum dan digunakannya undang-undang perdagangan dan undang-undang pangan. Rachmat menyebutkan tindakan pengusaha importir sudah menyalahi kepercayaan, dan bisa diancam hukuman pidana.
Mempermainkan Ekonomi
Jika benar bahwa harga daging sapi ini adalah akibat tindakan mempermainkan perekonomian bangsa, siapapun pelakunya, maka ini adalah masalah yang serius. Dan kalau dilihat lebih jauh terhadap komoditas lain, masalah ini sudah menjadi bahaya yang kronis bagi bangsa Indonesia. Kita mengingat, misalnya, permainan harga yang terjadi pada komoditas beras, kedele, dan bawang merah pada masa lalu.
Hal ini serius, karena terkait dengan masalah keadilan dan ketahanan pangan bagi bangsa. Oleh karena itu, kita mengharapkan pengusutan yang tuntas dan penegakkan hukum secara berkeadilan tanpa pandang bulu. Dan berharap pada kejahatan perekonomian lainnya juga direspons secara tegas.
Namun di sisi lain kita berharap bahwa pembenahan di dalam negeri dilakukan, khususnya pengembangan peternakan sapi. Cukup banyak peternak di Indonesia yang sebenarnya bisa berkembang, tetapi selama ini terhambat oleh buruknya pengelolaan dan perdagangan yang tidak fair. Masalah kebutuhan pangan ini, bukan sekadar masalah permainan harga, tetapi pertaruhannya adalah kualitas kesehatan dan hidup bangsa.
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...