Ada Tentara Jepang di Tugu Proklamasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ada yang unik dalam Napak Tilas Proklamasi Museum Joang '45 ini. Sejumlah pemuda mengenakan seragam militer tahun '45-an layaknya tentara Jepang terlihat di Plaza Tugu Proklamasi pada hari Jum’at (16/8).
Sejumlah pemuda di balik seragam militer itu salah satu komunitas yang terlibat dalam agenda kegiatan napak tilas itu. Mereka adalah komunitas pecinta sejarah perjuangan bangsa bernama Bogor Historical Community (BHC). Pedang Jepang katana, pentungan, pistol dan senapan imitasi, dan bendera Hinomaru berupa bulan sabit dan bintang menjadi simbol-simbol yang ingin menyuratkan kehadiran kehadiran tentara Jepang. Pemuda mengenakan seragam hijau itu mencirikan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) sementara yang berseragam coklat itu polisi Jepang Keibodan.
Menurut Wahyu, seorang anggota BHC yang yang berseragam ala Keibodan, mengatakan bahwa Keibodan semacam polisi istimewa Tokubetsu Keisatsu Tai. Tokubetsu Keisatsu Tai adalah pasukan polisi istimewa yang bertugas untuk membantu keamanan.
Berbeda dengan PETA. PETA itu tentara sukarela yang direkrut dari bangsa Indonesia sendiri untuk mempertahankan Indonesia ketika diinvasi Sekutu. Eim Ganda, salah satu anggota BHC, mengatakan,”PETA itu istilahnya resimen cadangan.”
PETA dibentuk Jepang pada bulan Februari 1944. Semua anggota PETA dididik di Bogor. Baru setelah lulus disebar ke seluruh Indonesia.
“PETA berperan dalam pengamanan Bung Karno dan Bung Hatta di Rengasdengklok, termasuk pengibaran bendera dan pembacaan Proklamasi.” Kata Eim Ganda.
PETA yang berdiri di Bogor. Kedekatan historis ini yang menjadikan PETA sebagai core value BHC.
Lanjut Eim Ganda,“ Kita mempelajari sejarah global, tetapi untuk Indonesia khusus mempelajari PETA. Kita juga ingin memperkenalkan di publik tentang perjuangan rakyat Bogor. Soalnya perjuangan revolusi Indonesia, khususnya untuk Bogor itu kayak tidak dipublikasikan. Pertama-tama kita memperkenalkan peranan PETA. Selanjutnya memperkenalkan perjuangan rakyat Bogor.”
Keanggotaan BHC terbuka bagi masyarakat umum dari pelbagai kalangan. Ada yang berprofesi sebagai pegawai negeri ada, mahasiswa, pelajar, maupun jurnalis.
Komunitas ini berdiri sejak 6 bulan lalu tetapi banyak kegiatan yang dilakukannya.
“BHC dalam kesehariannya diskusi di blog atau jejaring dunia maya, mengunjungi para veteran terutama di Bogor dan di Jakarta. Ketika ada acara APRA di Bandung dan Bandung Lautan Api kita juga ikut ke sana. Dalam waktu dekat akan berkunjung ke Museum Pancasila Sakti di Lubang Buaya,” kata Wahyu, Bagian Penelitian dan Pengembangan BHC.
Bagi individu pecinta sejarah perjuangan bangsa, BHC merupakan tempat yang pas menyalurkan kecintaannya. Seperti halnya dengan Jogi, salah seorang anggota BHC. Dia mengatakan,“Dari dulu saya mencari komunitas yang suka sejarah karena saya memang suka sejarah.”
Jogi saat ini sedang kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dia sangat senang bergabung dengan BHC karena di antara anggotanya ada kemauan saling berbagi pengetahuan sejarah.
“Jadi kita makin menghargai sejarah Indonesia yang memang tidak pernah stagnan dari dulu. Kita jadi menghargai siapa saja yang berjasa dalam pembentukan kemerdekaan Indonesia,” kata Jogi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...