Adian Kritik Ketemu Trump, Fadli Zon: Dia Harus Belajar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Fadli Zon, meminta politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Adian Napitupulu, belajar konstitusi. Sebab, Adian telah menyebut dirinya dan Ketua DPR RI, Setya Novanto, melanggar konstitusi ketika mencari dan mengelola anggaran dengan bertemu pebisnis asal Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Menurut Fadli, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjelaskan tugas parlemen bukan hanya menyusun anggaran, legislasi, dan pengawasan, tapi juga diplomasi ke dalam dan luar negeri.
"Kalau saya disebut langgar kontitusi, belajar lagi UU MD3 dan konstitusi, tugas DPR RI bukan hanya tiga itu saja, peran itu dalam arti luas, tentu hakikat untuk kepentingan nasional, yang menguntungkan," kata Fadli dalam jumpa pers di Ruang Wartawan DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Senin (14/9).
Dia pun mengaku heran dengan sikap Adian Napitupulu yang terlihat lebih peduli dengan masalah pertemuan anggota DPR RI dengan Donald Trump daripada berbagai masalah yang tengah menyelimuti bangsa Indonesia saat ini. Bahkan, Adian tidak pernah bersuara jika pemerintah melakukan kesalahan.
"Hal yang ironis mereka peduli masalah itu tapi jarang terdengar masalah bagi rakyat, ekonomi melemah, kenapa itu enggak diteriakkan, itu yang harus diutamakan. Selama ini tidak terdengar kritisi pemerintah, tahu-tahu kritisi soal Donald Trump, itu hal ironis yang harus direfleksikan sendiri," uca Fadli.
Dia pun mengajak semua pihak kembali sadar dan mulai fokus pada permasalahan bangsa yang harus cepat diatasi. "Habis ini move on, banyak hal seperti jamaah haji dan masalah lain yang jauh lebih substansi dari sekadar mengolah hal yang hanya untuk manuver sesaat," tutur politikus Partai Gerindra itu.
Sebelumnya, politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, mengatakan awalnya dua pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Setya Novanto dan Fadli Zon, melakukan pelanggaran kode etik anggota dewan. Namun ternyata, keduanya melakukan pelanggaran konstitusi.
“Ketika Setya Novanto dan Fadli Zon menggunakan alibi bahwa kehadirannya di Kampanye Donald Trump adalah bagian dari upaya menarik Investor maka apa yang mulanya dianggap sebagai pelanggaran etik sekarang berubah menjadi pelanggaran konsitusi terkait hak, kewenangan dan kewajiban DPR,” kata Adian dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Minggu (13/9).
Dia menjelaskan, salah satu tugas DPR RI adalah menyusun anggaran, bukan mencari dan mengelola anggaran. Tugas mencari dan pengelola anggaran merupakan hak dan kewajiban eksekutif dengan seluruh jajaran dan lembaga di bawahnya.
“Dalam kerja sama investasi antarnegara, ada tiga pola yang dikenal berbagai negara, Pertama, Government to Government, kedua Government to Business dan ketiga Business to Business. Pola hubungan Parliament to Business atau Parliament to Government sama sekali tidak pernah ada dalam sejarah parlemen dunia,” ujar penghuni Komisi II DPR RI itu.
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...