Afganistan Akan Bebaskan 65 Tahanan Taliban
KABUL, SATUHARAPAN.COM - Afghanistan melanjutkan pembebasan 65 tahanan pejuang Taliban, meskipun Amerika Serikat keberatan karena menganggap mereka merupakan ancaman bagi pasukan NATO dan Afghanistan.
Pemerintah Kabul mengumumkan hal itu hari Selasa (11/2). Sebelumnya pada 9 Januari mengungkapkan bahwa 72 tahanan di penjara Bagram di dekat ibu kota akan dibebaskan lantaran kurangnya bukti.
Keputusan itu memicu kecaman keras dari AS. Kedua negara tengah membahas perjanjian keamanan yang sejauh ini belum juga disepakati.
Kepala badan intelijen Amerika Serikat pada Selasa mengatakan bahwa dia memperkirakan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai, tidak akan menandatangani perjanjian keamanan dengan AS yang isinya mengizinkan pasukan AS tetap tinggal setelah 2014.
Pemerintah Afghanistan “menyimpulkan bahwa tidak ada bukti terhadap 72 dari 88 tahanan. Kami meninjau kembali kasus tersebut setelah AS menyampaikan keberatan, dan kini kami akan membebaskan 65 tahanan,” kata Abdul Shukur Dadras dari lembaga pemerintahan Afghanistan yang meninjau para tahanan di Bagram pada Selasa.
“Sebanyak 65 tahanan... secepatnya akan dibebaskan awal pekan depan,” kata dia kepada AFP.
Isu tersebut mengancam ketegangan lebih lanjut hubungan AS – Afghanistan di tengah tekanan kedua negara untuk menandatangani kesepakatan keamanan yang lama tertunda.
Dalam sebuah pernyataan, pasukan AS di Afghanistan mengatakan para tahanan tersebut menimbulkan ancaman bagi pasukan internasional dan Afghanistan yang memerangi pemberontakan pimpinan Taliban sejak akhir 2001.
“Pembebasan tahanan tersebut merupakan langkah mundur besar atas penegakan hukum di Afghanistan,” kata pernyataan tersebut.
Tidak Yakin
Washington berulang kali meminta Karzai menandatangani perjanjian keamanan bilateral (BSA) yang dinegosiasikan tahun lalu. Namun, direktur intelijen nasional, James Clapper, mengatakan bahwa dia ragu Karzai akan mendukung perjanjian tersebut.
“Sudah jelas, perjanjian ini harus ditandatangani dua pihak,” kata Clapper kepada Senate Armed Services Committee (Komisi Senat Layanan Angkatan Bersenjata).
“Dan menurut pandangan saya sendiri, bukan kebijakan lembaga, ... saya tidak yakin Presiden Karzai akan menandatanganinya,” kata dia.
Ketua komite Senator, Carl Levin, bertanya kepada Clapper apakah lebih baik pemerintah AS menunggu presiden Afghanistan selanjutnya untuk menandatangani perjanjian itu setelah pemilu April.
Clapper mengatakan itu adalah sebuah keputusan bijak, tetapi bukan wewenangnya. Namun dia mengatakan langkah seperti itu bisa “memberikan efek yang bermanfaat”.
AS memilih untuk menempatkan sekitar 10.000 pasukan di Afghanistan setelah tahun ini untuk membantu melatih pasukan Afghanistan dan melawan militan Al Qaeda beserta sekutunya.
Penundaan dalam penandatanganan perjanjian keamanan tersebut, yang akan menetapkan kerangka hukum bagi pasukan asing untuk tetap tinggap pasca-2014, menyebabkan ketidakpasatian dan mengurangi kepercayaan di antara warga Afghanistab, kata Clapper.
“Penundaan itu berefek negatif terhadap ekonomi, apalagi terhadap psikologis,” kata dia. (AFP)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...