Agus Martowardojo Anggap Lemahnya Rupiah Tidak Terlalu Buruk
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Agus Dermawan Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia (BI) menilai lemahnya nilai tukar mata rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tidak terlalu dalam dibanding dengan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik.
"BI nyaman dengan kondisi (level rupiah) saat ini, nah, coba kalian bandingkan dengan depresiasinya yen(Jepang) (penurunan nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing) sebesar 15 persen, ringgit (Malaysia) dan Won (Korea Selatan) sebesar 6 persen, sementara kita Cuma 1,5 persen, dan secara umum masih sejalan dengan kondisi perekonomian kita,” kata Agus kepada para pewarta seusai acara Diskusi Kajian Stabilitas Keuangan bertema Menjaga Stabilitas Keuangan di Tengah Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi, di Gedung Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (10/12).
Selain itu, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh neraca perdagangan yang dikhawatirkan akan mengalami defisit. "Jadi kita perlu menyimak hal itu, tapi secara umum transaksi berjalan Indonesia kuartal III (2014) itu membaik dibandingkan kuartal II maupun dibandingkan tahun lalu," mantan Menteri Keuangan itu menambahkan.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Rabu (10/12) pagi nilai tukar rupiah berada di level Rp 12.336 rupiah per dolar AS. Level rupiah tersebut melemah 214 basis poin dibandingkan level rupiah pada 24 November 2014 lalu yakni Rp 12.122 per dolar AS.
Namun, mantan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini menambahkan pihaknya terus mewaspadai kondisi perekonomian global yang berpotensi dapat membuat rupiah melemah lebih dalam lagi.
"Ada satu tren menguatkan nilai tukar dolar dan tren tingkat bunga meningkat," Agus menambahkan.
Agus mengatakan BI selaku otoritas moneter akan selalu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang ada di pasar melalui berbagai kebijakan. Dia pun menambahkan bahwa bank sentral selalu ada di pasar menjaga laju rupiah sesuai fundamentalnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, pada Selasa (9/12) mengatakan volatilitas (kecenderungan mudahnya naik turun) nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa minggu terakhir dikarenakan para pelaku pasar keuangan masih khawatir dengan kondisi perekonomian global.
Bambang menjelaskan perekonomian Tiongkok sedang melambat yang secara langsung bisa mempengaruhi sektor ekspor nasional, sedangkan perekonomian AS mulai membaik yang berarti ada kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan lebih cepat.
Bambang mengatakan situasi ini akan membuat pemerintah akan mengkaji kembali asumsi makro nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN-Perubahan 2015 yang akan diajukan awal Januari mendatang.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...