Ahmad Dhani Batal Gelar Panggung Rakyat Tangkap Ahok
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Didampingi aktivis Ratna Sarumpaet, musisi Ahmad Dhani mengeluhkan adanya pihak yang menghalanginya untuk menggelar aksi “Panggung Rakyat Tangkap Ahok” di depan gedung lama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, hari Kamis (2/6).
Dhani yang berencana menggelar mini konser di depan lembaga antirasuah itu menyatakan kekecewaannya terhadap pihak kepolisian yang justru mengamankan ‘peralatan perangnya’.
"Tadi pagi pukul 03.00 mobil sound system dan lima staff saya saya ke sini, tetapi justru dibawa ke Polda Metro Jaya," kata Dhani, hari Kamis (2/6), di pelataran gedung lama KPK.
Ratna yang tampak setia mendampingi musisi kawakan itu juga turut berkomentar mengungkapkan kekecewaannya.
“Panggung Rakyat Tangkap Ahok yang seharusnya kami gelar di depan gedung lama KPK hari ini batal, karena ada yang menghalang-halangi. Truk, mobil, dan alat musik Dhani pun diambil polisi. Staff-nya Dhani kini diinterogasi,” kata Ratna.
Ratna mengatakan pihaknya dipaksa pihak kepolisian untuk mengadakan panggung rakyat di depan gedung KPK yang baru, tetapi pihaknya menolak.
“Kami dipaksa di gedung KPK baru, kami nggak bisa di situ. Di situ yang mau diajak ngomong siapa?” ujar Ratna.
Ratna beserta timnya meminta klarifikasi tentang siapa yang melakukan penghalang-halangan tersebut.
“Saya mendengar bahwa ini perintah dari Presiden Jokowi, saya minta klarifikasinya. Jadi ini apa maksudnya? Kok presiden melarang demokrasi?” tuturnya.
Ia menyayangkan hal tersebut karena melihat Indonesia merupakan negara demokrasi yang siapa pun bebas menyatakan pendapatnya.
“Demokrasi itu adalah dasar negara, tidak bisa presiden sembarangan melarang demokrasi. Itu diperjuangnya dengan darah dan nyawa. Tolong diingatkan kepada Presiden Jokowi,” katanya.
Ratna menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta layak ditetapkan sebagai tersangka atas dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras yang menunggu hasil akhir atau final check dari KPK.
“Sebenarnya, apa pun cara dan upaya yang dilakukan untuk melarang orang menangkap Ahok itu menunjukkan bahwa pemerintah juga tahu Ahok ini memang harus ditangkap. Presiden tahu Ahok akan ditangkap, tapi saya nggak tahu dia lagi nunggu wangsit atau apa.” ucap Ratna.
Awalnya, Dhani mendatangi gedung KPK lama untuk menyampaikan maksud aksi mereka. Namun, polisi menolak rencana aksi itu. Polisi lantas mengarahkan Dhani dan pendukungnya ke gedung baru KPK yang belum ditempati. Polisi beralasan, konser di Jalan HR Rasuna Said di depan KPK akan mengganggu lalu lintas.
“Selama ini kalau ada demo kan memang selalu mengganggu lalu lintas. Sejak kapan demo tidak mengganggu lalu lintas? Nggak bisa jadi alasan kalau mengganggu lalu lintas,” ujar Dhani.
Ratna mengklaim aksi mereka merupakan aksi damai.
“Selama ini kalau ada demo nggak mengganggu? Kami nggak mau bikin kerusuhan, kami mau orasi, mau nyanyi. Orang yang nggak bisa bayar tiket konser Ahmad Dhani seharusnya hari ini sudah bisa dengar suaranya,” Ratna menimpali.
Dhani menegaskan, pihaknya hanya ingin berdemo di gedung lama KPK. Hal itu karena mereka ingin orasi mereka didengar langsung oleh pemimpin KPK.
“Di gedung baru nggak ada orang, ngapain kami demo di sana? Kami cuma mau demo di gedung yang ada komisioner KPK,” kata Dhani.
Dhani mengakui bahwa aksi demo itu memang diarahkan ke komisioner KPK. Dhani telah memperoleh informasi valid bahwa penyidik KPK sudah menyerahkan berkas pemeriksaan yang berisi tentang keterlibatan Ahok dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
“Kami sudah tahu bahwa semua penyidik menyatakan Ahok tersangka, cuma komisioner yang belum menyatakan tersangka. Kami sudah tahu, semua penyidik sudah menyerahkan berkas tersangka ke komisioner. Kami tahu dari sumber terpercaya, tapi kami nggak bisa bilang dulu,” katanya.
Ratna menambahkan, berdasarkan pemeriksaan KPK, ia menyatakan bahwa KPK sudah mendapatkan cukup bukti untuk menjerat Ahok sebagai tersangka.
“Kami mempertegas bahwa Ahok sudah tersangka . Rekomendasi tersangka dari penyidik sudah ada. Bukti juga sudah banyak,” ujar Ratna.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) senilai Rp 800 miliar pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2014.
Oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proses pembelian itu dinilai tidak sesuai dengan prosedur dan Pemprov DKI membeli dengan harga lebih mahal dari seharusnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.
BPK menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Enam penyimpangan itu adalah penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.
Pada tanggal 28 Februari 2016 penyidik KPK telah meminta paparan dari 33 orang yang dipanggil untuk kasus ini. KPK menyatakan belum ada potensi penyalahgunaan dari siapa pun, oleh karena itu belum bisa dinaikkan ke tahap pengadilan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...