Aksi Protes di Hong Kong Mereda Demonstran Kelelahan
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Para demonstran di Hong Kong Senin (6/10) membahas langkah berikutnya yang akan diambil dalam kampanye prodemokrasi karena jumlah demonstran menyusut dan aktivitas di kota kembali normal, setelah sempat terjadi kekacauan dalam aksi protes massa.
Pemerintah Hong Kong terpaksa menutup kantor pusatnya pada Jumat (3/10) akibat barisan pengunjuk rasa memblokir akses-akses jalan hingga membuat 3.000 PNS tidak bisa bekerja.
Pada Senin ini barikade pengunjuk rasa tetap memblokir sebagian akses pintu masuk ke kompleks kantor pemerintahan, tetapi membuka sedikit jalan untuk memungkinkan pekerja untuk masuk.
"Saya senang para demonstran hari ini sudah membuka blokadenya. Saya harus bekerja!," kata salah seorang PNS wanita saat masuk ke kantor.
Karena ketakutan akan terulangnya kejadian buruk minggu lalu saat polisi melemparkan gas air mata pada kerumunan massa, hanya sekitar seribu demonstran yang terus berjaga sepanjang malam.
Setelah libur pada Rabu dan Kamis, bagi banyak orang di kota, Senin adalah hari pertama kembali bekerja.
Beberapa bus masih mengalami pengalihan rute akibat jalan-jalan yang diduduki oleh para demonstran. Hal itu menyebabkan lalu lintas di jalan-jalan raya menjadi macet dan kereta-kereta bawah tanah dipadati penumpang karena para pekerja mencoba untuk menemukan rute lain untuk bisa sampai ke tempat kerja.
"Mereka harus membiarkan mobil-mobil untuk lewat sesegera mungkin -- mereka memblokir jalan," kata Michael Lau (25), seorang pekerja yang mengendarai mobil ke tempat kerjanya.
Sekolah-sekolah menengah yang berada di daerah demonstrasi juga sudah dibuka kembali pada Senin karena pemerintah kota mendorong masyarakat Hong Kong untuk kembali beraktivitas secara normal.
Demonstran dilanda kelelahan
Walaupun merasa lega karena polisi tidak segera membubarkan aksi protes setelah pemerintah memberi batas waktu hingga Senin ini untuk meninggalkan tempat demonstrasi, kelelahan mulai terlihat di wajah-wajah ratusan demonstran yang memilih tetap tinggal.
"Memang sejauh ini baik, tidak terjadi apa-apa (tidak ada penindakan oleh polisi) tetapi... Saya berharap sesuatu akan terjadi sehingga kami bisa mengakhiri hal ini dengan cepat," kata Otto Ng Chun-lung (18), seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi dan mahasiswa sosiologi.
"Ini pendapat saya - karena semua orang sudah kelelahan dan kami tidak bisa bertahan untuk waktu yang sangat lama," lanjutnya.
Namun, beberapa demonstran yang berada di jalan telah bersumpah untuk tetap tinggal, dan beberapa lainnya berjanji untuk kembali di kemudian hari.
Para demonstran bersikeras bahwa kampanye pro-demokrasi itu tetap tidak kehilangan semangat walaupun telah mengalami kebuntuan selama seminggu, dan beberapa kali terjadi aksi kekerasan.
"Kami akan berada di sini sampai mendapatkan respon dari pemerintah. Kami harus tetap tinggal di sini. Ini untuk masa depan kita," kata Jurkin Wong, seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang sedang duduk dengan teman-temannya setelah tidur di jalanan.
Para pengunjuk rasa menuntut hak untuk mencalonkan orang-orang yang bisa maju dalam pemilihan sebagai pemimpin berikutnya di wilayah bekas jajahan Inggris itu pada 2017.
Namun, pemerintah Tiongkok bersikeras hanya para kandidat yang sudah melalui persetujuan pemerintah Tiongkok yang bisa maju dalam pemilihan, suatu sistem yang dianggap oleh para aktivis sebagai "demokrasi palsu".
Diserahkan kembali ke pemerintahan Tiongkok pada 1997, Hong Kong berada di bawah kesepakatan "satu negara, dua sistem" yang menjamin kebebasan sipil masyarakat Hong Kong, yakni suatu kebebasan yang tidak terlihat di Tiongkok, termasuk kebebasan berbicara dan hak untuk protes.
Akan tetapi, ketegangan telah meningkat di tengah masyarakat Hong Kong akibat kekhawatiran bahwa kebebasan tersebut sedang terkikis, diiringi meningkatnya ketidaksetaraan di pusat keuangan Asia. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...