Anarkisme Umat Islam Akibat Salah Menafsirkan Al-Quran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ahli Hadits yang juga anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH. Ali Musthafa Ya'qub mengatakan bahwa perilaku anarkis dari oknum yang mengaku muslim pada nonmuslim adalah akibat salah menafsirkan ayat Al-Quran.
“Banyak kekeliruan dalam memahami ajaran Islam, manusia bisa mengalami antara dua keadaan, perang atau damai. Islam diajarkan bagaimana untuk meraih kedamaian, dan bagaimana menjalani hidup dalam keadaan perang dalam proses meraih situasi damai. Tetapi malah ayat untuk menjalani perang itu dipakai untuk anarkisme,” jelas KH Ali Musthafa saat memberikan tausiah di acara tahunan yang diselenggarakan Biro Pendidikan Mental dan Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta, di Balai Agung, Kantor Balai Kota, Rabu (29/10).
Dalam acara yang diberi tema ‘Tahun Baru Hijriyah Merupakan Momentum Perubahan untuk Mewujudkan Kota Jakarta yang Aman, Nyaman dan Religius’ itu, Ali Musthafa kemudian menjelaskan ayat yang digunakan untuk anarkisme itu, berdasarkan terjemahannya berbunyi, “Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik, karena tempat mereka di neraka jahanam.”
Menurut KH Ali Musthafa, kalau hanya satu ayat ini saja yang diterapkan, maka Islam bisa membunuh umat nonmuslim sampai nonmuslim itu mengucapkan kalimat sahadat “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”.
Kemudian KH Ali Musthafa menjelaskan, anarkisme ini hanya mungkin terjadi kalau orang melihat ayat tidak dipadu dengan ayat sebelumnya, “Dan perangilah di jalan Allah, jangan kamu melewati batas,” di mana tafsirannya adalah ‘jangan memerangi orang yang tidak memerangi kamu lebih dulu, dan juga tidak boleh kamu memerangi perempuan dan anak-anak, karena hanya perempuan yang bisa melahirkan anak-anak untuk generasi ke depan. Sama seperti perintah dalam berkurban, jangan menyembelih hewan kurban betina.
“Nah, perilaku anarkisme muncul karena orang salah menafsirkan, padahal tidak ada satupun ayat Al-Quran yang mengajarkan Islam membunuh/memerangi orang yang beragama nonmuslim,” kata Ali Musthafa.
Menurut dia, peradaban baru sekarang adalah peradaban yang pluralitas, ada Nasrani, Yahudi, Hindu, Budha, Konghucu, sampai agama animisme, kepercayaan, dan lain-lain. Tetapi, dia menegaskan tidak ada perintah dari nabi (Muhammad) untuk membunuh mereka. Maka menurutnya, terorisme juga merupakan pemahaman umat Islam yang salah.
“Islam mengakui eksistensi agama lain dan menghormati keberadaan agama mereka, tapi Islam tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut. Maka, ada ayat yang terjemahannya yaitu ‘untuk kamu agamamu, untuk kami agama kami’. Maka, Islam membiarkan umat lain beribadah, Islam tidak akan mengganggu, dan sebaliknya mereka juga tidak boleh mengganggu Islam beribadah,” urai Ali Musthafa.
Konsekuensinya, ketika umat nonmuslim sedang ibadah, mungkin kadang-kadang terdengar suara azan dari masjid. Sebaliknya, umat Islam saat Salat bisa mendengar lonceng gereja. Menurutnya itulah konsekuensi hidup di dalam pluralisme.
“Jika pada keadaan harus membunuh, harus merazia narkoba, menertibkan lokalisasi, itu tugas lembaga negara (polisi), bukan ormas (organisasi masyarakat, Red), ormas hanya menasihati saja, bukan mengambil tindakan, bukan menghakimi,” dia menjelaskan.
Kalaupun ormas mau bertindak, adalah lebih baik melakukan tindakan nyata yang bermanfaat. Ali Musthafa memberikan contoh yang dilakukan umat Islam di Ottawa, Kanada. Para pendatang Muslim dari Somalia, membeli gedung bekas disko, lalu dijadikan masjid, tindakan seperti itu yang seharusnya dikerjakan, bukan malah menghakimi seperti merazia, dan mengobrak-abrik saja, seperti yang dilakukan ormas anarkis di sini.
“Maka, tugas ulama mengembalikan pemahaman yang benar itu kepada umat. Tapi ulama tidak bisa bekerja sendiri, butuh dukungan umaroh (lembaga pemerintah),” kata dia meminta dukungan Pemprov DKI Jakarta.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...