Andi Wijayanto: Infrastruktur Indonesia Belum Siap Beli Tank Leopard
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Andi Wjayanto, salah satu pengamat pertahanan nasional dan tim pemenangan Jokowi-JK menyatakan bahwa Indonesia memang belum siap untuk membeli main battle tank Leopard seperti yang disampaikan oleh calon presiden nomor urut dua (2), Joko Widodo dalam Debat Capres pada Minggu (22/6).
“Muncul kegelisahan Pak Jokowi mengenai belasan kapal seberat 62 ton yang akan merapat di Indonesia,” kata dia dalam konferensi pers yang digelar di Media Center JKW4P, Jakarta Pusat, Rabu (24/6).
“Dia kemudian menyadari bahwa infrastruktur di wilayah tersebut belum siap untuk mengadopsi tank Leopard tersebut. Kemudian memikirkan bahwa tank tersebut akan digelar di perbatasan Kalimantan Utara. Jalan dari misalnya Pelabuhan, katakanlah Tarakan menuju ke perbatasan Kalimantan Utara, itu jalannya kelas apa yang ada di sana? Sehingga mampu untuk dilewati tank tersebut. Belum lagi ketika memahami bahwa fasilitas pangkalan tank di Kodam Mulawarman atau di Kalimantan Timur atau Utara belum disiapkan sepenuhnya.”
Menurutnya, bisa saja setelah 120 tank Leopard itu muncul di Indonesia harus ditumpuk dulu di Jawa dan akhirnya tidak sesuai dengan kegunaannya karena infrastruktur pertahanan di wilayah di mana seharusnya tank tersebut ditempatkan belum siap.
Dia juga menyatakan bahwa dengan pembelian tank Leopard tersebut bahwa pemerintah juga harus memikirkan sisi infrastruktur, perawatan dan pelatihan untuk kegunaan tank Leopard secara sistematis dan berguna secara maksimal bagi pertahanan nasional Indonesia.
Andi Wjiayanto juga menyayangkan bahwa pembelian tank Leopard tersebut dipaksakan datang sementara infrastrukturnya belum disiapkan maka akhirnya akan menjadi sia-sia. Kemudian hal yang kedua yang disayangkan adalah tidak ada proses transfer teknologi. Padahal dalam undang-undang tentang pertahanan disebutkan bahwa harus ada transfer teknologi jika Indonesia membeli alutsista secara impor.
Laut Tiongkok Selatan
Andi menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah atau sengketa perbatasan dengan negara manapun. Posisi teritorial yang selama ini dimiliki oleh Indonesia merupakan keputusan Kementerian Luar Negeri selama bertahun-tahun. Khusus untuk Laut Tiongkok Selatan, menurutnya calon presiden nomor urut satu (1). Prabowo Subianto dan timnya masuk ke dalam Jebakan Negosiasi Tiongkok.
Dia menjelaskan bahwa Jebakan Negosiasi Tiongkok adalah Tiongkok membuat peta yang diluncurkan ke publik dan di dalam peta tersebut Tiongkok menarik nine dotted line (sembilan garis putus-putus). Peta tersebut pada akhirnya menjebak negara lain yang masuk ke wilayah Tiongkok harus melakukan negosiasi dengan Tiongkok.
Menurutnya, posisi Indonesia dalam hal ini adalah tidak mengakui nine dotted line tersebut.
“Kemlu sendiri sudah melayangkan tujuh kali surat ke Beijing meminta penjelasan tentang koordinat nine dotted line tersebut. Tujuh surat tersebut sampai hari ini tidak dibalas oleh Beijing. Karena itu kami menyadari bahwa ini perangkap negosiasi dari Tiongkok.”
Dia menyatakan bahwa untuk tidak masuk dalam jebakan negosiasi dari Tiongkok, Jokowi dalam debat capres kemarin telah menyatakan Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah di Laut Tiongkok Selatan dan tidak mengakui adanya garis apapun yang ditarik oleh negara lain.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...