Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 11:30 WIB | Senin, 13 Januari 2014

Apa Setelah Anas Mengenakan Rompi Oranye?

Anas Urbaningrum menjadi tahanan KPK, setelah diperiksa hari Jumat (10/1). (Foto: dok.)

SATUHARAPAN.COM – Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, akhirnya mengenakan rompi oranye, menandai dia bukan hanya menjadi tersangka kasus korupsi projek fasilitas olah raga Hambalang, tetapi juga menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dan hal itu juga menjadi tantangan bagi dia untuk membuktikan pernyataannya sendiri. Anas pernah mengatakan bahwa jika terbukti korupsi satu rupiah saja pada projek Hambalang siap digantung di Monas (Monumen Nasional). Sebuah pernyataan yang benar-benar menantang.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Anas merasa tak bakal tersentuh hukum di negara yang berdasarkan hukum ini. Bahkan setelah dia dicopot dari jabatan Ketua Umum PD, dia menyebutkan bahwa beberapa yang dia ungkapkan tentang PD merupakan halaman pertama dari ada banyak halaman yang akan terungkap.

Terakhir, setelah mengenakan rompi oranye, Jumat (10/1) lalu,  Anas mengungkapkan “terima kasih” yang ganjil kepada Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dan menyebutnya sebagai hadiah tahun baru.

Banyak pihak menyebutkan Anas akan mengungkapkan keterlibatan SBY atau setidaknya lingkaran dekat SBY. Namun dalam kaitan apa, belum cukup jelas. Dorongan yang besar justru mengarah agar Anas membongkar skandal besar Hambalang ini, membuka halaman berikutnya dari skandal korupsi ini, dan menyebut orang-orang yang terlibat.

Buka Halaman Berikut

Kasus Hambalang sendiri mulai terkuak setelah mantan bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang terjerat kasus korupsi lain mulai berbicara. Pernyataannya belakangan menunjukkan kebenaran yang kemudian membantu KPK bisa memenjarakan politisi PD, Angelina Sondakh, dan juga menahan mantan Menpora, Andi Alifian Mallarangeng.  Anas diharapkan “mengikuti” jejak Nazaruddin.

Yang pantas dicacat dari kasus ini adalah bahwa para bintang iklan kampanye “katakan tidak pada korupsi” Partai Demokrat justru terjerat pada kasus korupsi. Iklan yang semula untuk mencitrakan partai garda depan melawan korupsi, ternyata politisinya justru yang terlibat atau diduga terlibat korupsi.

Kasus yang sekarang muncul banyak diyakini hanya permukaan sebuah fenomena gunung es korupsi. Tampaknya masih akan ada nama-nama yang bakal terungkap dalam pemeriksaan oleh KPK, maupun dalam proses persidangan terhadap para terdakwa kasus ini.

Apa yang akan terjadi dan terungkap nanti, sejauh ini saja sudah memberikan gambaran betapa pemerintahan era ini begitu buruknya dalam hal korupsi. Pernyataan “katakan tidak pada korupsi” mencerminkan satu dosa sosial menurut  Mahatma Gandhi: politik tanpa prinsip. Politik seperti ini menunjukkan perilaku yang jauh, bahkan bertentangan dengan apa yang dikatakan dan dijanjikan kepada konstituen dan rakyat.

Kasus Baru

Yang lebih memprihatinkan sebenarnya adalah bahwa di dalam pemerintahan kali ini, jangankan memberantas korupsi, menahan diri dari praktik korupsi saja bisa dikatakan gagal. Hal itu terbukti bahwa kasus-kasus korupsi justru terjadi pada pemerintahan era ini, setidaknya dalam sembilan tahun terakhir.

Rakyat Indonesia, tergolong begitu toleran menghadapi masalah ini. Harapan yang terbesar adalah jika pun tidak gemilang membongkar korupsi lama, cukuplah jika tidak muncul korupsi baru. Hal itu, jika bisa dilakukan, barangkali sudah sangat melegakan bagi rakyat yang terus hidup dalam tekanan ekonomi.

Namun yang terjadi justru kasus lama tak tersentuh dan kasus baru terus muncul. Bahkan berkecenderungan menyerahkan tugas ini kepada KPK, sehingga komisi ini terlihat kewalahan menghadapi kaus yang terus-menerus terjadi. Hal ini menandai pemerintahan ini sudah tidak memadai lagi untuk menjadi bagian dari pemberantasan korupsi, apalagi untuk menjadi “yang terdepan” melawan korupsi.

Satu hal yang masih bisa menjadi harapan adalah nurani dan kecerdasan rakyat untuk belajar dari kasus memalukan ini. Sebab, akan ada banyak nama yang segera mengenakan rompi oranye. Namun tahun ini rakyat Indonesia harus mampu membebaskan masa depan bangsa dari para pemimpin yang tak lebih dari tukang kecap. Kita harus belajar dari kegetiran luar biasa ini.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home