AS Gertak Rusia Terkait Konflik Ukraina
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Gedung Putih memperingatkan Rusia bahwa pihaknya akan mengevaluasi apakah Moskow menghormati perjanjian yang baru dicapai di Jenewa yang dirancang untuk meredakan ketegangan di Ukraina.
Penasihat Keamanan Nasional Susan Rice mengatakan Moskow mesti bertindak cepat dalam mengendalikan kelompok separatis pro-Rusia dan mengizinkan Organisasi bagi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) memonitor wilayah itu.
“Kami berharap dan akan terus mengikuti apakah Rusia memenuhi atau tidak tanggung jawabnya dalam menggunakan pengaruh besarnya untuk meredakan dan menarik milisi ireguler itu dari gedung-gedung dan ruang-ruang yang mereka kuasai,” kata Rice seperti dikutip AFP, Jumat (18/4).
Rice mengatakan sanksi baru kepada Rusia akan bergantung pada bagaimana Rusia menghormati kesepakatan Jenewa.
Peringatan Rice itu muncul setelah Rusia marah atas serangkaian peringatan AS terdahulu, termasuk dari Presiden Barack Obama, yang mengingatkan negara itu akan menghadapi sanksi baru jika melanggar kesepakatan Jenewa yang dicapai Kamis lalu.
“Jika mereka tak mengambil langkah-langkah, maka akan ada konsekuensinya,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Jen Psaki seperti dikutip AFP.
Misteri “Gerombolan Hijau”
Di tengah konflik dalam negeri Ukraina, muncul kelompok yang mendukung Rusia. Pria-pria terlatih dan berpenutup wajah yang mengenakan kamuflase serta lencana itu, tangguh, pendiam, namun punya kemampuan merusak yang hebat.
Menurut Presiden Vladimir Putin, orang-orang misterius yang disebut banyak orang sebagai “gerombolan hijau” itu bukanlah pasukan khusus Rusia.
Namun, bagi Kiev dan Barat, unit rahasia yang bergerak sangat cepat dalam formasi tim yang kohesif itu tak diragukan lagi adalah pasukan komando Rusia yang dikirim Moskow untuk menciptakan keributan, apa pun bantahan Putin.
Orang-orang bermasker itu juga beroperasi di Crimea sebelum semenanjung itu dianeksasi Rusia bulan lalu.
Bagi kelompok separatis yang setia kepada Moskow, mereka adalah brigade relawan bela diri.
Pada kebanyakan dari 10 kota di timur yang dikuasai pemberontak, orang-orang bersenjata yang sangat ditakuti itu menduduki gedung-gedung pemerintahan dan sedikit sekali berbicara kendati penampilan mereka santai dengan mengenakan kamuflase, sepatu olahraga dan rompi antipeluru.
Mereka jauh dari pasukan biasa dan berbaur dengan kaum separatis biasa yang dengan bangga bercengkerama dengan mereka.
Rabu lalu, ketika militer Ukraina mengirim konvoi kendaraan perang untuk melawan pemberontak, gerombolan hijau itulah yang menghadapi pasukan Ukraina setelah warga setempat berusaha mencegatnya.
Para penempur terlatih itu dengan cepat mengambil alih enam kendaraan pengangkut personel dan memukul mundur pasukan Ukraina ke pusat Kota Slavyansk di mana salah seorang dari mereka mempertunjukkan keahliannya mengendarai kendaraan perang dengan kecepatan tinggi.
Pada hari yang sama, ketika konvoi kendaraan perang Ukraina lainnya dihentikan warga dan sepakat menurunkan senjatanya dengan jaminan dibiarkan kembali ke markasnya, tiga dari para penempur profesional itu memerintahkan warga memberi jalan kepada konvoi militer Ukraina kembali ke markasnya.
Bagi para pakar militer, mereka tidaklah semisterius itu, bahkan Panglima militer NATO Jenderal Philip Breedlove meyakini mereka tak lain pasukan khusus Rusia.
Mereka menangani senjata mereka seperti profesional dengan moncong senjata ke bawah dan jari tidak menekan pelatuk ketika tak sedang dalam kondisi tempur, tulis sang jenderal.
Kemampuan mereka melemparkan gas air mata dan granat asap saat menduduki gedung pemerintahan Ukraina adalah jauh di atas kemampuan milisi, seperti juga disiplin mereka ketika menjaga pos-pos pemeriksaan.
“Yang terakhir, senjata dan perangkat yang mereka gunakan adalah alat tempur utama tentara Rusia,” kata Breedlove.
Olexiy Melnyk, pakar militer di Pusat Razumovka, Kiev, mengamini penilaian Breedlove. “Orang-orang hijau itu sangat mirip dengan mereka yang pernah beraksi di Crimea dan kembali Vladimir Putin tak mengakui mereka orang-orang Rusia,” kata dia.
Putin sejak lama membantah militer Rusia telah digelarkan di Crimea, namun Kamis lalu mengakui bahwa faktanya unit-unit pasukan Rusia berada di balik pasukan bela diri Crimea untuk misi melindungi penduduk setempat, demikian AFP memberitakan.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...