AS Jatuhkan Sanksi pada Pemimpin Milisi Irak, PMU Yang Pro Iran
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Departemen Keuangan Amerika Serikat telah memberi sanksi kepada Ketua Milisi Unit Mobilisasi Rakyat (PMU) Irak dan mantan Penasihat Keamanan Nasional, Falih Al-Fayyadh, atas keterlibatannya dalam pelanggaran hak asasi manusia, menurut pernyataan resmi.
Departemen Keuangan mengatakan milisi PMU yang berpihak pada Iran menyerang pengunjuk rasa selama pemberontakan yang dimulai pada Oktober 2019.
"Dengan mengarahkan dan mengawasi pembunuhan demonstran Irak yang melakukan dengan damai, militan dan politisi yang sejalan dengan Iran seperti Falih Al-Fayyadh telah melakukan kampanye kekerasan melawan demokrasi Irak dan masyarakat sipil," kata Menteri Keuangan AS, Steven T Mnuchin.
"Amerika Serikat akan terus meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Irak yang bertujuan untuk menyangkal rakyat Irak dalam upaya mereka untuk memprotes secara damai, mencari keadilan, dan membasmi korupsi di negara mereka," tambah Mnuchin.
Hingga Juli 2020, Al-Fayyadh juga menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional Perdana Menteri Irak.
Wakilnya Tewas Bersama Komandan IRGC
Irak menyatakan terkejut pada hari Sabtu (9/1) atas sanksi AS itu dan menilai sebagai "tidak dapat diterima," menurut laporan AFP. Fayyadh adalah salah satu pejabat paling senior negara Irak yang dimasukkan dalam daftar hitam sanksi AS.
Washington telah mengancam selama berbulan-bulan untuk menjatuhkan sanksi kepada warga Irak yang memiliki hubungan dekat dengan Iran atau dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Wakil Fayyadh, Abu Mahdi Al-Muhandis, adalah orang yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS setahun lalu bersama Jenderal Iran, Qassem Soleimani, komandan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Iran.
Kementerian luar negeri Irak menyebut daftar hitam itu "mengejutkan dan tidak dapat diterima," dan mengatakan pihaknya akan "bekerja untuk melawan" tindakan serupa AS terhadap Irak, baik dengan Presiden Donald Trump yang akan berakhir jabatannya atau penggantinya, Joe Biden.
“Lencana Kehormatan”
Sanksi tersebut, yang diumumkan hari Jumat (8/1), berusaha untuk membekukan aset yang dimiliki orang yang ditunjuk di bawah yurisdiksi AS dan melarang perusahaan Amerika - termasuk bank dan perusahaan lain dengan cabang AS, untuk berbisnis dengan mereka.
Ini menjadi masalah pelik bagi Fayyadh, seorang pengusaha internasional yang juga telah dikirim oleh Baghdad sebagai utusan untuk AS, Iran, dan Teluk.
Penasihat keamanan nasional Irak, Qassem Al-Araji, mengatakan sanksi yang menargetkan pejabat senior pemerintah adalah "kesalahan."
Tetapi beberapa kelompok pro Iran, termasuk gerakan Hizbullah Lebanon memberi selamat kepada Fayyadh atas "lencana kehormatan" sanksi, dengan mengatakan itu menandakan jasanya pada "perlawanan." (AFP/Al Arabiya)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...