Aspek Pedagogis Penderitaan Kristus
Menjadi murid Yesus berarti bersedia memanggul salib.
SATUHARAPAN.COM – Hari ini, Jumat Agung, umat Kristen di Indonesia, sedang dalam prosesi iman menghayati derita Yesus sebagai Kristus, representasi hati dan pikiran Allah. Di tengah-tengah perkembangan budaya populer yang lebih mengagungkan semangat hidup glamor dan hedonistis rasa, sungguh relevan kita merenungkan kembali apa makna prosesi iman menghayati derita Kristus.
Apalagi dalam konteks Indonesia kini di mana kekerasan, baik fisik maupun psikis masih terus menjadi kenyataan keseharian kita. Salah satu derita kita dan mengiris-iris nurani-humanis kita ialah korupsi dalam berbagai level dan bentuk. Kita bersyukur, pemerintah terus berusaha memerangi penyakit sosial yang menyengsarakan rakyat ini.
Sayangnya, banyak orang Kristen berpendapat keliru tentang identitasnya sebagai murid Yesus. Mereka berpikir, menjadi murid Yesus itu semestinya selalu berjalan pada jalan yang mulus. Semboyan yang biasa didengungkan adalah ”Bersama Yesus semuanya beres”; ”Hidup ini penuh dengan kesuksesan”. Seolah-olah hidup ini—sebagai murid Yesus—hidup tanpa tantangan apa pun juga.
Cara berpikir seperti ini sangatlah menyederhanakan identitas kita sebagai murid Yesus. Cara berpikir seperti ini secara tidak disadari telah membentuk watak dan perilaku para murid Yesus menjadi ”orang-orang gampangan”. Karena itu, tidak perlu heran jika banyak orang Kristen dalam hidup ini bersikap oportunitis. Cara berpikir seperti ini juga tidak jarang membentuk mentalitas instan orang Kristen yang dengan mudah terjerumus ke dalam berbagai praktik yang merendahkan harkat dan martabatnya—seperti KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotis.
Dalam Ibrani 12:1-17, kita membaca bahwa menjadi murid Yesus adalah menjalani hidup ini pada jalan salib. Artinya, murid Yesus adalah suatu pilihan hidup yang memerlukan keberanian etis. Suatu pilihan hidup untuk mau menjalani penderitaan. Tentu saja di sini tidak dimaksudkan penderitaan yang dicari-cari dan konyol, penderitaan tanpa nilai manusiawinya. Penderitaan seorang Kristen adalah penderitaan yang disebabkan oleh keberanian etis, yaitu: memilih dan memihak pada kebenaran. Memahami identitas semacam ini akan membentuk watak dan perilaku kita yang tidak oportunistis dan ogah menjalani hidup ini dengan jalan pintas dan gampangan.
Menjadi murid Yesus berarti bersedia memanggul salib Yesus. Dan kesediaan memanggul salib Yesus adalah tanda kedewasaan sebagai murid. Dalam dunia kita dewasa ini, tampaknya menjalani hidup sebagai murid Yesus dengan cara berpikir seperti inilah yang membantu kita untuk bertahan hidup penuh dengan kesaksian kepada dunia. Ini pulalah aspek pedagogis penderitaan Kristus.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...