Ata Ratu Perempuan Sumba dan Musik Tradisionalnya
GIANYAR, SATUHARAPAN.COM - Ata Ratu, perempuan pemusik tradisional Sumba, menampilkan persembahan musiknya di Bentara Budaya Bali (BBB), Minggu (5/8). Pada kesempatan ini, Ata Ratu, yang juga pencipta lagu, mempresentasikan hasil risetnya berupa memainkan musik tradisional dan musik ciptaannya, serta pemutaran video dokumenter.
Ata Ratu merupakan peraih Hibah Cipta Media Ekspresi 2018 untuk kategori kerjasama kolaborasi. Cipta Media Ekspresi yakni sebuah program yang diselenggarakan guna mendukung karya perempuan, menyebarkan pikiran-pikiran mereka untuk memperkaya masyarakat dan merayakan keragaman pengetahuan dan ekspresi kreativitas perempuan di Indonesia.
Ata Ratu terpanggil melakukan riset mengenai lagu – lagu Sumba tempo dulu yang hampir punah, serta berkolaborasi dengan generasi tua guna pelestariannya. Adapun hasil riset terhadap lagu-lagu lama yang hampir punah berikut kolaborasinya tersebut didokumentasikan melalui rekaman dan video.
Sebagaimana terjadi di banyak daerah di nusantara, musik tradional Sumba juga menghadapi masalah kaderisasi atau penekun generasi muda, serta menjadi sesuatu yang langka bahkan di kampung halaman sendiri. Generasi muda lebih condong mendalami musik-musik modern yang mudah diakses melalui smartphone serta internet.
Menurut Ata Ratu, di tengah langkanya promosi dan pengenalan mengenai musik tradisional, di Sumba masih ada pemusik tradisional yang terus tekun dan gigih mengupayakan pengembangan musik tradisional Sumba. Walau kebanyakan masih didominasi pemusik laki-laki. Terbilang jarang ada perempuan yang fasih memainkan musik tradisional, sekaligus menciptakan lagu.
“Oleh karena itu saya ingin melakukan riset mengenai lagu – lagu dulu yang hampir punah dan juga melakukan kolaborasi dengan generasi tua untuk dapat mempertahankan kelestarian lagu – lagu dulu yang sudah tidak dikenal oleh generasi muda saat ini. Saya ingin mengatakan kepada dunia dan generasi muda saat ini bahwa wanita juga mampu untuk berkarya dan juga bisa memimpin para pria,” ungkap Ata Ratu.
Kahi Ata Ratu lahir di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Sejak usia 13 tahun ia telah menulis dan menampilkan musik di Sumba yang dinyanyikan dalam bahasa lokal (Kambera). Ia adalah salah satu dari sedikit perempuan yang piawai memain-nyanyikan musik jungga, alat musik petik yang lebih dikenal dalam ranah musik laki-laki. Selama lebih dari 40 tahun ia dikenal sebagai Ratu Jungga.
Musik-musik yang ia mainkan merupakan bentuk musik Sumba yang relatif modern, dipengaruhi oleh gaya sebelumnya yang menggunakan Jungga dengan dua senar. Ata Ratu pernah tampil di Smithsonian/Folkways “Music of Indonesia” dan pada akhir tahun 2017 berkesempatan terlibat dalam program Europalia mementaskan karyanya di Belgia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Sebagai pendukung program ini, dihadirkan pula sejumlah foto dokumentasi karya Joseph Lamont. Acara ini terselenggarakan atas kerjasama Bentara Budaya Bali dan Organ Budaya, sebuah jaringan kerjasama antar orang-orang dan kelompok yang memiliki minat dan kepedulian terhadap Budaya Indonesia, serta didukung oleh Cipta Media Ekspresi. (PR)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...