Atma Jaya dan AIPI Rancang Strategi Pangan Masa Depan RI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya bersama Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Paradigma Baru Pangan Masa Depan: Gizi, Mikrobiota, dan Pengolahan” sekaligus peluncuran praresmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tempe (P3T) dan Pusat Riset Rempah Nasional (PRRN) di Kampus 3 BSD Tangerang Banten, Kamis (19/9).
Ketua pelaksana Dr Ir Rory A Hutagalung, DEA, mengatakan, tujuan dari acara ini untuk melihat paradigma pangan yang akan terjadi ke depannya, serta berdiskusi mengenai inovasi yang akan dilakukan khususnya dalam bidang pangan.
“Mengingat Indonesia memiliki sumber daya di bidang pangan, namun masih rendah dalam pengolahannya. Itulah sebabnya kami mengundang beberapa narasumber yang tidak hanya pakar di bidang pangan nasional, tetapi juga pakar dalam bidang kesehatan dan kedokteran, biologi, institusi pangan, obat dan juga kebijakan tentang pangan untuk melihat perspektif pangan ke depan dari berbagai bidang,” katanya.
Senada dengan Dr Rory, selaku perwakilan AIPI Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi mengatakan, bahwa acara diharapkan memunculkan perspektif lintas ilmu dan inovasi baru khususnya di bidang pangan Indonesia. Selain itu, dia juga memberikan apresiasi kepada Fakultas Teknobiologi Unika Atma Jaya atas peresmian P3T dan PRRN.
“Melihat tema yang diusung kali ini, diharapkan kita dapat mengembangkan pemikiran mengenai paradigma pangan ke depannya, sehingga dapat memunculkan inovasi baru dalam bidang ini. Saya juga mengucapkan selamat atas peresmian P3T dan PRRN Unika Atma Jaya. Semoga ini dapat mendukung dalam pengembangan pengan nasional,” kata Prof Purwiyatno dalam sambutannya.
Pada sesi diskusi, lokakarya ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi (Fakultas Teknologi Pertanian, IPB & Komisi Ilmu Rekayasa AIPI), Prof Dr Ir Antonius Suwanto, MSc ( Dekan Fakultas Teknobiologi, Unika Atma Jaya), Prof Dr FG Winarno (PT Embrio Biotekindo & Komisi Ilmu Rekayasa AIPI), Prof dr Sultana MH Faradz, PhD (Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro & Komisi Ilmu Kedokteran AIPI), Prof dr Herawati Sudoyo, MS, PhD (Lembaga Biologi Molekuler Eijkman & Komisi Ilmu Kedokteran AIPI), Raymond R Tjandrawinata, PhD (Kaprodi Magister Bioteknologi, Unika Atma Jaya & Dexa Group), dan Dr Roy Sparringa (Senior Advisor at the Agency for the Assessment and Application of Tech).
Prof Purwiyatno menjelaskan rekayasa pangan (food engineering), telah dan terus memberikan kontribusi penting dalam inovasi proses produksi pangan, menjamin keamanan, kualitas dan gizi, serta kuantitas pangan. Namun, dengan perkembangan dan perubahan tantangan yang harus dijawab, maka perlu penyesuaian dan pengembangan konsep baru untuk lebih efektif menjawab tantangan tersebut.
“Disiplin rekayasa pangan perlu dikembangkan, sebagai disiplin inti dalam proses di industri pangan, menjadi motor pendorong strategis pertumbuhan industri pangan. Tantangan yang ada, seperti keamanan pangan, kesehatan, dan lingkungan, merupakan faktor pendorong utama disiplin ilmu rekayasa pangan,” katanya.
Di sisi lain, Prof Antonius , bahwa konsumsi berbagai pangan lokal di Indonesia secara langsung mau pun tidak langsung terpaut dengan probiotik atau paraprobiotik, yang dapat memberikan efek baik atau kesehatan pada tubuh manusia.
“Hampir semua pangan fermentasi lokal, sangat kaya dengan probiotik atau paraprobiotik, yang mempunyai fungsi lebih dari sekadar pelengkap nutrisi manusia. Mikrobiom pangan selain memberikan kontribusi pada biosintesis berbagai vitamin dan senyawa bioaktif unik, juga berpotensi dalam modulasi sistem kekebalan, supresi penyakit, kesehatan psikis, dan tingkah laku pada manusia," kata Prof Antonius.
Sementara Prof Winarno mengatakan, perlu adanya inovasi baru untuk menunjang pengolahan pangan di Indonesia, salah satunya terkait madu. Menurutnya, madu merupakan pangan yang bekhasiat bagi kesehatan tubuh, dan peran madu besar bagi keseimbangan mikroba dan kesehatan usus. Itu sebabnya, ia menyarankan didirikan Institut Madu Indonesia.
“Indonesia memiliki madunya sendiri / indigenous, bermutu tinggi, dan memiliki sifat therapeutic yang unggul. peran madu besar bagi keseimbangan mikroba dan kesehatan usus. Karena itu perlu didirikan Institut Madu Indonesia,”katanya.
Melalui kegiatan ini diharapkan dapat melihat paradigma pangan ke depannya. Tujuan lain adalah agar para peserta menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing, bagaimana merumuskan model dan implementasi pangan dengan inovasi baru, yang efisien dan inklusif terkait dengan gizi dan kesehatan, layak secara bisnis dan berkelanjutan.(atmajaya.ac.id)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...