Badan PBB: Pemenjaraan Anwar Ibrahim Ilegal
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM - Sebuah badan PBB telah menetapkan bahwa mantan pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, dipenjara secara ilegal. Badan itu juga menyerukan pembebasan segera bagi dia.
Demikian menurut salinan pendapat tersebut yang dirilis pada hari Senin (2/11) oleh pihak keluarga, seperti dikutip AFP.
Anwar Ibrahim, 68 tahun, dipenjara pada bulan Februari selama lima tahun setelah sebelumnya dihukum karena kasus sodomi pada mantan pembantu laki-lakinya. Dia membantah tuduhan itu, dan menyebutnya sebagai cara pemerintah yang berkuasa Malaysia untuk menghentikan upaya politik oposisi baru-baru ini.
Pendapat itu dikeluarkan oleh Kelompok Kerja PBB tentang Penahanan Sewenang-wenang dan menyimpulkan bahwa penjara Anwar adalah tindakan "sewenang-wenang." Dia menolak pengadilan yang tidak adil, dan dipenjara karena alasan politik.
"Kelompok Kerja PBB itu menganggap perlu upaya memadai untuk melepaskan Ibrahim segera, dan memastikan bahwa hak-hak politiknya yang telah dirampas berdasarkan penahanan sewenang-wenang dikembalikan," kata opini itu tetanggal 15 September.
Opini itu juga mengatakan bahwa pemenjaraan Anwar Ibrahim melanggar larangan internasional terhadap "penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan lainnya."
Masalah Kesehatan
Keluarga Anwar Ibrahim telah memprotes bahwa dia ditahan di sel yang kotor dengan hanya ada kasur busa tipis, padahal dia mengalami masalah kesehatan punggung yang kronis. Permintaan untuk mendapat perawatan medis juga karena dia menderita sejumlah penyakit, termasuk tekanan darah dan masalah kesehatan di bahu.
"Anwar sangat kesakitan. Dia secara fisik lemah, terutama pada bahu dan perlu obat mengatasi rasa sakit, " kata istrinya danpemimpin oposisi, Wan Azizah Wan Ismail, 62 tahun, kepada AFP. Dia menambahkan bahwa seruan PBB itu "meyakinkan."
‘’Dia tampak menyedihkan dan kondisi penjara begitu keras. Ada kecoak di selnya, dan Anwar telah digigit oleh hama ini," kata dia ketika berbicara di luar parlemen.
Sebelumnya, putrinya dan juga anggota parlemen, Nurul Izzah Anwar, mendesak pemerintah untuk mematuhi keputusan PBB itu. "Saya sangat berterima kasih bahwa PBB telah menyerukan pembebasan bagi Anwar," katanya.
"Sikap yang kuat dalam solidaritas bagi ayah saya dengan mengirimkan pesan yang jelas dan tegas kepada Perdana Menteri (Malaysia) Najib Razak, dan memastikan penurunan secara tajam dalam hak asasi manusia di bawah pemerintahannya tidak akan diabaikan."
Namun demikian tidak ada respons langsung dari pemerintah Najib.
Bermotif Politik
Kelompok kerja PBB yang menulis surat adalah badan dengan lima anggota saat ini terdiri dari pada ahli dari Australia, Benin, Meksiko, Korea Selatan dan Ukraina.
Kasus ini adalah yang kedua terkait Anwar yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia. Dia dipecat dari partai yang berkuasa di akhir perjuangan pada tahun 1990-an dan dipenjara di dengan tuduhan sodomi dan korupsi. Namun kasus ini secara luas dipandang sebagai bermotif politik.
Setelah dibebaskan pada tahun 2004, Anwar Ibrahim membantu mempersatukan oposisi Malaysia yang terpecah, sebelum menjadi aliansi yang tangguh.
Kasus ini juga dikritik oleh Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa kasus itu menimbulkan pertanyaan mengenai aturan hukum. Hal serupa juga dipertanyakan negara-negara lain dan kelompok hak asasi manusia internasional.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...