Bandung Lautan Damai: Seni, Orasi, dan Buku di Hari Toleransi
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM - Puncak peringatan Hari Internasional untuk Toleransi yang dilakukan di Bandung, dimeriahkan dengan kegiatan pertunjukan musik, teater dan orasi budaya yang melengkapi peluncuran buku bertajuk #Dialog100. Acara berlangsung Sabtu, (16/11) sore hingga malam hari yang dihadiri lebih dari 100 warga Bandung, dari sekitar 16 komunitas masyarakat, kegiatan ini berlangsung di Museum Mandalawangsit Siliwangi, Bandung.
Penampilan band Pangea dan band LDR tampil meriah, kemudian ada permainan kecapi cina (ku chen) oleh pemusik Ci Sen Chuei yang disambut tepuk tangan para penonton. Salah satu lagu yang ia bawakan berjudul Ni Hen Mo Shuo, lagu tradisional Tiongkok yang artinya Melati.
Kelompok teater anak dari Praxis membawakan pentas bertema kebhinnekaan. “Kami tidak punya masa depan, kami dirampas oleh orang-orang yang mengatasnamakan Tuhan,” dialog pemain yang mayoritas masih sekolah. Lewat teater ini, mereka menekankan pentingnya menjaga kebhinnekaan di Indonesia demi masa depan anak cucu.
Orasi budaya yang disampaikan oleh Ahmad Suaedy menyampaikan, “Indonesia adalah bangsa yang toleran. Tapi sekarang ada pergeseran dari toleran ke intoleran,” demikian ujar direktur the Abdulraham Wahid Center. Ahmad menegaskan perlunya belajar lagi soal Indonesia, sebab keutuhan negara ini dipengaruhi hubungan antar-kelompok.
Koordinator Bandung Lautan Damai Wawan Gunawan mengungkapkan, “Jangan mengaku orang Indonesia, bila kita menginjak-injak kebhinnekaan”. Wawan juga menegaskan bahwa Indonesia sudah sejak dulu beragam, dan inilah yang harus dijaga seluruh anggota masyarakatnya.
Peluncuran buku #Dialog100 digelar di tengah-tengah acara. Buku ini berisi 100 kisah dari 100 penulis yang bertema toleransi beragama dan persahabatan lintas-iman. “Orang-orang berubah bukan karena bacaan berat, tapi karena kisah,” ujar koordinator Bandung Lautan Damai Wawan Gunawan menjelaskan latar belakang penyusunan buku.
Kisah-kisah yang diterbitkan berupa kisah pribadi, formatnya mirip serial populer Chicken Soup. Pembukaan naskah dimulai sejak akhir Agustus hingga akhir September 2013. Dari 153 naskah yang masuk, dipilih 100 kisah termasuk dari penulis tamu Dina Sulaeman. Dina menulis kisah berjudul “Ketika Tuhan Menciptakan Anak Adam” tentang pengalamannya bertemu orang shinto di Jepang. Dari 100 kisah, 50 di antaranya menceritakan pertemanan antara muslim dan kristiani, ada juga 5 kisah mengenai hubungan muslim-tionghoa. Seluruh penulis berasal dari berbagai agama. Sebanyak 78 penulisnya adalah muslim, 16 kristiani, 1 hindu, dan 2 buddhis.
Saat peluncuran, editor buku Risdo Simangunsong membacakan penggalan kisah berjudul “Bahasa Universal” tulisan Gerardette Philips. Kisah itu bercerita tentang bagaimana ibu-ibu beda agama di Pakistan berdoa bersama untuk seorang anak yang dijatuhi hukuman mati. “Kisahnya bikin terharu,” ujar Rudi Rinaldi, salah satu penonton.
Pentas ditutup dengan penampilan Syarif and friends berupa duet gitar dan biola. Lagu “Cicak di Dinding” mereka aransemen ulang sehingga mendulang tepuk tangan hadirin. Acara ini ditutup dengan nyanyi bersama dan berakhir pukul 9 malam.
Keseluruhan acara ini adalah bagian dari kegiatan Bandung Lautan Damai yang sudah dimulai sejak 3 November. Selama dua pekan, Bandung Lautan Damai telah menggelar enam acara yakni: Kampanye di Car Free Day, workshop “Jurnalisme Keberagaman”, seminar Keberagaman, pemutaran film, pentas seni, orasi budaya dan peluncuran buku #Dialog100. Kegiatan ini sengaja dipilih untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas dalam rangka memperingati Hari Internasional untuk Toleransi.(Kontributor: Rio Tuasikal, Jakatarub Bandung)
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...