Banjir Rob Masih Menggenang Wilayah Pesisir Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN,.COM - Beberapa wilayah pesisir di Indonesia mengalami banjir rob akibat laut pasang, sehingga menimbulkan kerugian dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Tercatat kejadian banjir rob dalam tiga hari terakhir menggenangi kawasan pesisir di Belawan Medan; Bali seperti di Pantai Kuta, Karangasem, Selatan, Jembrana, Gianyar dan Sanur; Jakarta Utara; Kecamatan Singkil Utara dan Pantai Pulau Sarok, Kabupaten Singkil; Meulaboh Kab Aceh Barat; Kecamatan Kraksaan Kab Probolinggo; Kabupaten Pesisir Selatan; Kecamatan Blanaan Kab Subang; Kota Pekalongan; Kabupaten Pekalongan; Gresik; dan Kecamatan Adipala Kab Cilacap.
Badan Meteorologi , Klimatologi dan geofisika (BMKG) memprediksi, hingga hari Kamis (9/6), banjir akibat laut pasang atau rob masih akan terjadi di pesisir laut Samudera Hindia, khususnya di sekitar selatan Jawa, selatan Papua, Sumatera sebelah barat.
Sesungguhnya tidak ada yang peristiwa alam yang istimewa dalam sejumlah banjir rob yang terjadi belakangan ini. Ini siklus pasang surut air laut biasa, hanya saja ada tekanan angin yang membuat gelombang jadi lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Sedangkan kawasan pantai utara Jawa, banjir rob lebih dominan disebabkan pengaruh faktor topografi dan naiknya muka air laut.
Banjir rob di Jakarta Utara, disebabkan tanggul pantai di Pantai Marina Kelurahan Penjaringan yang tidak mampu menahan kekuatan air pasang. Saat ini rob masih menggenangi daerah di Marunda, Cilincing, Pelabuhan Muara, Penjaringan.
Begitu pula, halnya banjir rob di Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, sudah berlangsung sejak 27 Mei 2016 hingga sekarang. Sebanyak 891 jiwa masyarakat mengungsi di 11 titik pengungsian. Sekitar 5.937 unit rumah terendam banjir rob di Kecamatan Tirto, Wiradesa, Wonokerto dan Siwalan. BNPB telah menyerahkan bantuan Rp 565 juta kepada BPBD Kab Pekalongan untuk pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi. Di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, banjir rob juga menyebabkan 590 jiwa masyarakat mengungsi.
Jakarta menghadapi rob yang sangat serius. Ancaman rob akan makin meningkat di masa mendatang. Hal ini disebabkan adanya penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menurun tanpa bisa dikendalikan. Dari hasil pengukuran tahun 1925-2010, permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun. Kenaikannya rata-rata 0,5 sentimeter (cm) per tahun. Sebaliknya, laju penurunan muka tanah Jakarta mencapai 5 cm hingga 12 cm per tahun, di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir. Kondisi itu yang menyebabkan akumulasi permukaan air laut yang menggenangi tanah Jakarta jadi lebih tinggi.
Dari hasil penelitian ITB, yang dijalankan selama 1982-2010, dengan teknologi survei sifat datar (leveling survey), dan menggunakan alat global positioning system serta radar (Insar), ditemukan penurunan muka tanah tersebar di sejumlah tempat di Jakarta.
Penurunannya bervariasi 1-15 cm per tahun. Bahkan, di beberapa lokasi terjadi penurunan 20-28 cm per tahun. Kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, adalah salah satu kawasan yang mengalami penurunan muka tanah cukup besar. Selama tiga dekade ini, beberapa daerah di Pluit mengalami penurunan tanah 1,8 meter hingga 3 meter.
Penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah yang tidak terkendali, membuat Jakarta Utara semakin rawan banjir rob. Penurunan tanah di Jakarta bukan sesuatu yang bersifat alamiah. Tapi lebih disebabkan faktor pengaruh manusia yaitu eksploitasi air tanah yang melebihi daya tampung dan daya dukungnya. Pengambilan air tanah yang besar-besaran ini lah yang menyebabkan akuifer dalam tanah ambles. Selain itu ada faktor alami yaitu kenaikan muka air laut. Kombinasi antara turunnya tanah dan naiknya muka air laut itulah yang menyebabkan rob.
Saat ini, di Jakarta Utara wilayah ada 26 titik rawan banjir rob meliputi Penjaringan, Pluit, Kamal muara, Kapuk muara, Tanjung Priok, Kalibaru, Ancol, Pademangan, Marunda, Koja, Lagoa, Sunter Karya Selatan, Papanggo, Sunter Agung, Warakas, Kebon Bawang, Sungai Bambu, Jampea, Kramat Jaya, Kelapa Gading, KBN Cakung, Sunter Jaya, dan Yos Sudarso.
Masyarakat harus adaptasi dan mitigasi dengan rob tersebut. Masyarakat dan pemerintah bisa membuat tanggul, meninggikan lantai, membangun rumah panggung dan lainnya. Bahkan secara swadaya membangun polder dan pompa untuk di melindungi lingkungannya. Masyakarat dan dunia usaha yang ada di wilayah itu harus kompak tidak mengeksploitasi air tanah secara berlebihan. Membangun sumur resapan, biopori, dan upaya lain yang intinya menakan agar penurunan muka tanah dapat berkurang.
Pemda DKI Jakarta dan Kementerian PU Pera telah memiliki langkah-langkah antisipasi rob dan banjir di Jakarta, seperti pembangunan tanggul laut raksasa, reklamasi, pembangunan polder, tanggul di pantai dan upaya struktural lainnya. Tentunya saja upaya tersebut selalu ada yang pro dan kontra. (bnpb.go.id)
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...