Bank Sentral Australia Pertahankan Suku Bunga Dua Persen
SYDNEY, SATUHARAPAN.COM - Australia pada Selasa (2/6) mempertahankan suku bunga acuan di 2,0 persen setelah memangkasnya ke rekor terendah bulan lalu, dan menyerukan mata uang lebih lemah guna membantu mengatasi ekonomi lesu karena belanja bisnis yang lemah.
Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA), telah melonggarkan kebijakan moneternya karena negara itu keluar dari "booming" investasi pertambangan didorong Tiongkok yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta berupaya memacu industri non sumber daya untuk mengisi kesenjangan.
Meskipun tidak memotong suku bunga lebih lanjut, bank sentral mengisyaratkan bias pelonggaran ringan setelah pertemuan bulanannya.
"Setelah memperlonggar kebijakan moneternya pada bulan lalu, dewan saat ini menilai bahwa mempertahankan suku bunga tidak berubah pilihan yang tepat pada pertemuan ini," kata Gubernur RBA Glenn Stevens dalam sebuah pernyataan.
"Informasi tentang kondisi ekonomi dan keuangan yang akan diterima selama periode ke depan akan menginformasikan penilaian prospek dari dewan dan karenanya apakah sikap kebijakan saat ini akan paling efektif meningkatkan pertumbuhan berkelanjutan dan inflasi yang konsisten dengan target."
Dolar Australia diperdagangkan setengah sen AS lebih tinggi pada 76,74 sen AS setelah keputusan bank sentral, karena pasar keuangan telah memperkirakan bias pelonggaran yang lebih jelas.
Keputusan RBA secara luas telah diperkirakan oleh para analis, yang mengatakan bank sentral akan duduk di luar garis karena menunggu untuk melihat apakah penurunan 25 basis poin tahun ini - satu pada Februari dan satu lagi pada Mei - akan mengangkat pertumbuhan ekonomi.
"Saya pikir mereka masih siap untuk menurunkan suku bunga, tetapi saya pikir mereka tidak ingin pergi terlalu jauh untuk sinyal langkah jangka pendek," kata kepala ekonom Barclays untuk Australia, Kieran Davies kepada AFP.
"Pasar perumahan memberi mereka jeda untuk berpikir," katanya.
Stevens mencatat bahwa harga rumah terus meningkat kuat di Sydney, meskipun tren pertumbuhannya lebih bervariasi di kota-kota lain.
Para ekonom mengatakan suku bunga yang lebih rendah bisa membuat terlalu panas (overheat) sektor properti perumahan yang sudah "booming" di dua kota terbesar Sydney dan Melbourne.
Stevens memperingatkan bahwa pengeluaran bisnis yang tetap lemah merupakan "hambatan utama" pada permintaan swasta. Data belanja modal lemah yang dirilis minggu lalu menunjukkan perusahaan non-pertambangan masih enggan berbelanja meskipun kebijakan moneter lebih longgar.
"Kelemahan dalam belanja modal bisnis ... cenderung bertahan selama tahun mendatang. Belanja publik juga dijadwalkan akan lesu," kata Gubernur RBA.
"Secara keseluruhan, ekonomi kemungkinan akan beroperasi dengan tingkat kapasitas cadangan untuk beberapa waktu lagi." (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...