Barat Khawatir Retorika Iran Jelang Tenggat Perundingan Nuklir
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Amerika Serikat dan Prancis menyatakan keprihatinan tentang retorika Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang muncul pada Selasa (23/6) untuk menolak ketentuan utama dari kerangka perjanjian nuklir yang dinegosiasi oleh Iran dan enam kekuatan dunia (AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok, Jerman Barat) yang telah telah dijalankan kembali bulan April lalu setelah terhenti cukup lama.
Dalam pidato yang disampaikan langsung di televisi Iran, Khamenei secara khusus menolak pembatasan pada penelitian dan pengembangan teknologi nuklir Teheran yang berlangsung satu dekade atau lebih.
Pidato tersebut telah menyebabkan keraguan di kalangan diplomat Barat ketika mereka mempersiapkan diri untuk datang di Wina akhir pekan ini. Sebelum pernyataan Khamenei - yang juga membeberkan beberapa garis merah masalah R & D - tim AS berharap untuk mencapai kesepakatan nuklir akhir dengan Iran dalam tenggat waktu yang ditetapkan sendiri pada tanggal 30 Juni, atau dalam beberapa hari dari tanggal tersebut.
"Prancis menginginkan kesepakatan, tapi ingin kesepakatan yang kuat dan bagus," kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, Rabu (24/6) bersama rekan Arab Saudinya.
"Sejumlah pernyataan tampaknya tidak pergi ke arah itu."
Menurut parameter kerangka perjanjian yang telah tiba di Lausanne dan dirilis pada 2 April oleh Gedung Putih, Iran setuju untuk "membatasi kapasitas pengayaan dalam negeri dan penelitian dan pengembangan selama 10 tahun." Tapi dalam pidato Selasa (23/6), Khamenei menyatakan bahwa "membekukan penelitian dan pengembangan Iran untuk waktu yang lama seperti 10 atau 12 tahun tidak dapat diterima. "
R & D secara eksplisit dibatasi sebanyak empat kali dalam dokumen Gedung Putih.
Batas-batas khusus R & D terdapat pada pengayaan selama 10 tahun dan R & D pada teknologi canggih sentrifugal selama 15 tahun.
Dokumen itu tidak menyebutkan "membekukan" R & D, meskipun Iran menggunakan model sentrifugal canggih yang dilarang untuk "setidaknya" 10 tahun.
Menanggapi pidato Khamenei, seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa negosiator AS berfokus pada diskusi pribadi mereka dengan rekan-rekan Iran mereka.
"Fokus kami tetap di ruang negosiasi, bukan pada komentar publik," kata pejabat itu. "Kami berkomitmen untuk pemahaman yang telah dicapai di Lausanne dan percaya bahwa itu adalah dasar untuk kesepakatan yang baik. Kita akan melihat, dalam negosiasi, jika Iran tetap menolak. "
Tapi Khamenei memiliki jalan keluar terakhir dalam perjanjian nuklir - dan komentarnya diharapkan untuk membentuk posisi negosiasi timnya di lapangan ketika pembicaraan memasuki masa kritis akhir pekan ini.
"Saya mengakui bahwa akan ada terus beberapa tantangan sulit yang harus dipenuhi," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Josh Earnest Rabu (24/6) dalam menanggapi pidato. "Kami akan sangat selaras dengan tindakan Iran karena mereka menerapkan perjanjian, jika salah satu perjanjian dapat dicapai."
Dia menambahkan bahwa "kami kurang peduli tentang kata-kata dan jauh lebih peduli tentang tindakan."
Garis merah tambahan dari pemimpin tertinggi Iran itu telah bulat menjadi ketetapan - posisi yang oleh AS dan Prancis telah ditentang secara terbuka - dalam RUU yang dibahas oleh parlemen Iran dalam satu minggu ini dan Dewan Pelindung terpilih menandatanganinya dan akhirnya sah menjadi undang-undang pada hari Rabu (24/6).
UU tersebut yang merupakan UU Perlindungan Hak Nuklir Iran menolak Badan Energi Atom Internasional (IAEA) melakukan inspeksi pada setiap situs militer Iran- inspeksi yang menurut PBB sangat dibutuhkan untuk merampungkan penyelidikan yang sudah berlangsung selama satu dekade atas kemungkinan instalasi militer Irak digunakan untuk pekerjaan nuklir.
Iran mengatakan IAEA melebihi mandatnya dengan meminta akses ke kompleks militer yang menjadi rahasia negara, yang akan melanggar kedaulatan semua negara dalam memegang rahasia negaranya.
RUU ini juga menuntut " segera" mencabut semua sanksi dari negara-negara Barat dan kekuatan dunia lainnya.
Dalam pidatonya pada Selasa (23/6), Khamenei mempertegas benang merah itu dan menyatakan bahwa semua sanksi - termasuk yang memerlukan persetujuan dari kedua presiden dan Kongres - harus dicabut segera setelah penandatanganan kesepakatan akhir.
AS, Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok, Jerman dan Iran mungkin setuju untuk memulai pelaksanaan kesepakatan sebelum melakukan upacara penandatanganan resmi. Tapi masuknya sanksi yang memerlukan persetujuan Kongres untuk memberlakukan pencabutan tersebut adalah kondisi baru yang dihadapi Khamenei.
Presiden AS Barack Obama telah menandatangani RUU menjadi undang-undang yang memungkinkan Kongres untuk meninjau kesepakatan nuklir dengan Iran, secara keseluruhan, selama 30 hari setelah kesepakatan tercapai.
Tapi Khamenei menyatakan bahwa "semua sanksi keuangan dan ekonomi yang diberlakukan oleh Dewan Keamanan PBB, Kongres AS atau pemerintah AS harus diangkat segera ketika kami menandatangani perjanjian nuklir." (jpost.com)
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...