Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:41 WIB | Senin, 31 Maret 2025

Bau Mayat Mulai Merasuki kota-kota Myanmar, Tiga Hari Setelah Gempa Dahsyat

Gempa bumi menewaskan lebih dari 1.600 orang dan meninggalkan banyak orang terkubur, dengan para petugas masih berusaha menemukan korban dengan peralatan seadanya.
Bau Mayat Mulai Merasuki kota-kota Myanmar, Tiga Hari Setelah Gempa Dahsyat
Seorang pria setempat mengendarai sepeda motor melewati bangunan yang rusak setelah gempa bumi di Naypyitaw, Myanmar, hari Minggu, 30 Maret 2025. (Foto-foto: AP/Aung Shine Oo)
Bau Mayat Mulai Merasuki kota-kota Myanmar, Tiga Hari Setelah Gempa Dahsyat
Tim penyelamat berupaya menemukan korban selamat di sebuah rumah yang runtuh setelah gempa bumi di Mandalay, Myanmar, Sabtu, 29 Maret 2025. (Foto: AP/Thein Zaw)

MANDALAY-MYANMAR, SATUHARAPAN.COM-Bau mayat yang membusuk merasuki jalan-jalan kota terbesar kedua di Myanmar pada hari Minggu (30/3) ketika orang-orang bekerja keras membersihkan puing-puing dengan tangan sambil berharap menemukan seseorang yang masih hidup, dua hari setelah gempa besar melanda yang menewaskan lebih dari 1.600 orang dan meninggalkan banyak orang lainnya terkubur.

Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter terjadi pada tengah hari Jumat (28/3) dengan episentrum di dekat Mandalay, merobohkan sejumlah bangunan dan merusak infrastruktur lain seperti bandara kota.

Upaya bantuan terhambat oleh jalan yang rusak, jembatan yang runtuh, komunikasi yang tidak lancar, dan tantangan dalam beroperasi di negara yang sedang dilanda perang saudara.

Pencarian korban selamat sebagian besar dilakukan oleh penduduk setempat tanpa bantuan alat berat, memindahkan puing-puing dengan tangan dan sekop dalam suhu 41 derajat Celsius (106 Fahrenheit), dengan hanya sesekali terlihat ekskavator beroda rantai.

Gempa susulan berkekuatan 5,1 skala Richter pada hari Minggu (30/3) sore memicu teriakan dari orang-orang di jalan, dan kemudian pekerjaan dilanjutkan.

Banyak dari 1,5 juta penduduk Mandalay menghabiskan malam dengan tidur di jalanan, kehilangan tempat tinggal akibat gempa, yang juga mengguncang negara tetangga Thailand dan menewaskan sedikitnya 18 orang di sana, atau khawatir bahwa gempa susulan yang terus berlanjut dapat menyebabkan bangunan yang tidak stabil runtuh.

Banyak Daerah Yang Belum Dijangkau

Sejauh ini 1.644 orang dilaporkan tewas di Myanmar dan 3.408 orang terluka, tetapi banyak daerah yang belum dijangkau, dan banyak upaya penyelamatan sejauh ini telah dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dengan tangan untuk mencoba dan membersihkan puing-puing, kata Cara Bragg, manajer Catholic Relief Services di Myanmar yang berbasis di Yangon.

“Yang paling banyak adalah relawan lokal, penduduk lokal yang hanya berusaha menemukan orang yang mereka cintai,” kata Bragg setelah diberi pengarahan oleh rekannya di Mandalay.

“Saya juga melihat laporan bahwa sekarang beberapa negara mengirim tim pencarian dan penyelamatan ke Mandalay untuk mendukung upaya tersebut, tetapi rumah sakit benar-benar berjuang untuk mengatasi masuknya orang yang terluka, ada kekurangan pasokan medis, dan orang-orang berjuang untuk menemukan makanan dan air bersih,” Bragg menambahkan.

Organisasi tersebut mengirim tim melalui jalan darat pada hari Minggu untuk menilai kebutuhan paling mendesak masyarakat sehingga dapat menargetkan tanggapannya sendiri.

Dengan rusaknya bandara Mandalay dan runtuhnya menara kontrol di bandara ibu kota Naypitaw, semua penerbangan komersial ke kota-kota tersebut telah ditutup.

Upaya bantuan resmi di Naypitaw memprioritaskan kantor-kantor pemerintah dan perumahan staf, meninggalkan penduduk setempat dan kelompok-kelompok bantuan untuk menggali reruntuhan dengan tangan di daerah permukiman, matahari yang terik menyengat dan bau kematian di udara.

Sebuah tim yang dikirim dari negara tetangga China menyelamatkan seorang pria tua yang telah terperangkap selama hampir 40 jam di bawah reruntuhan rumah sakit Naypitaw, dan banyak lainnya diyakini masih terkubur di bawahnya, kantor berita resmi China, Xinhua, melaporkan.

Myanmar terletak di Sesar Sagaing, patahan besar utara-selatan yang memisahkan lempeng India dan lempeng Sunda.

Gempa bumi terjadi ketika bagian patahan sepanjang 200 kilometer (125 mil) pecah, menyebabkan kerusakan luas di sepanjang wilayah yang luas di bagian tengah negara itu, termasuk wilayah Sagaing, Mandalay, Magway, dan Bago, serta Negara Bagian Shan.

Dengan pemadaman telekomunikasi yang meluas, sejauh ini hanya sedikit informasi yang diperoleh dari daerah-daerah selain daerah perkotaan utama Mandalay dan Naypitaw.

Bantuan Asing Mulai Datang

Namun, dua pesawat angkut militer C-17 India berhasil mendarat hari Sabtu (29/3) malam di Naypitaw dengan unit rumah sakit lapangan dan sekitar 120 personel yang kemudian akan melakukan perjalanan ke utara menuju Mandalay untuk mendirikan pusat perawatan darurat dengan 60 tempat tidur, menurut Kementerian Luar Negeri negara itu. Pasokan India lainnya diterbangkan ke Yangon, kota terbesar di Myanmar, yang telah menjadi pusat upaya bantuan asing lainnya.

Pada hari Minggu, konvoi 17 truk kargo China yang membawa tempat perlindungan penting dan perlengkapan medis diperkirakan akan mencapai Mandalay, setelah menempuh perjalanan darat yang sulit dari Yangon.

Perjalanan sejauh 650 kilometer (400 mil) tersebut telah memakan waktu 14 jam atau lebih, dengan jalan yang macet dan lalu lintas dialihkan dari jalan raya utama untuk menghindari kerusakan akibat gempa bumi.

Pada saat yang sama, peluang untuk menemukan seseorang yang masih hidup semakin menipis. Sebagian besar penyelamatan terjadi dalam 24 jam pertama setelah bencana, dan kemudian peluang untuk bertahan hidup menurun seiring berjalannya waktu.

Laporan awal tentang upaya bantuan gempa bumi yang dikeluarkan pada hari Sabtu oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mencatat kerusakan parah atau kehancuran banyak fasilitas kesehatan, dan memperingatkan bahwa "kekurangan pasokan medis yang parah menghambat upaya tanggap darurat, termasuk peralatan trauma, kantong darah, anestesi, alat bantu, obat-obatan penting, dan tenda untuk petugas kesehatan."

China mengatakan telah mengirim lebih dari 135 personel penyelamat dan ahli beserta perlengkapan sepertiperalatan medis dan generator serta menjanjikan sekitar US$13,8 juta untuk bantuan darurat.

Kementerian Darurat Rusia mengatakan telah menerbangkan 120 penyelamat dan perlengkapan ke Yangon, dan Kementerian Kesehatan negara itu mengatakan Moskow telah mengirim tim medis ke Myanmar.

Tim dari Singapura telah bekerja di Naypitaw. Malaysia mengirim tim yang terdiri dari 50 personel pada hari Minggu dengan truk, peralatan pencarian dan penyelamatan, dan perlengkapan medis. Thailand mengatakan 55 tentaranya tiba di Yangon pada hari Minggu untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan, sementara Inggris mengumumkan paket bantuan $13 juta untuk membantu mitranya yang didanai secara lokal yang sudah berada di Myanmar menanggapi krisis tersebut.

Korban di Thailand

Sebanyak 18 orang dilaporkan tewas di Thailand Di negara tetangga Thailand, gempa mengguncang sebagian besar negara itu, merobohkan gedung tinggi yang sedang dibangun di Bangkok, sekitar 1.300 kilometer (800 mil) dari pusat gempa.

Sejauh ini, 11 orang ditemukan tewas di lokasi konstruksi dekat pasar Chatuchak yang populer. Sebanyak 18 orang dilaporkan tewas akibat gempa di Thailand sejauh ini.

Upaya Penyelamatan di Myanmar Dipersulit Perang Saudara

Di Myanmar, yang juga dikenal sebagai Burma, upaya penyelamatan sejauh ini difokuskan pada Mandalay dan Naypyitaw, yang diperkirakan paling parah terkena dampak, tetapi banyak daerah lain juga terkena dampak dan sejauh ini hanya sedikit yang diketahui tentang kerusakan di sana.

"Kami mendengar laporan tentang ratusan orang yang terjebak di berbagai daerah," kata Bragg. “Saat ini kami mencatat 1.600 (jumlah korban tewas yang diketahui) dan kami tidak memiliki banyak data yang keluar, tetapi Anda harus berasumsi bahwa jumlahnya akan bertambah hingga ribuan berdasarkan dampaknya. Ini hanya informasi anekdotal saat ini.”

Selain kerusakan akibat gempa bumi, upaya penyelamatan menjadi rumit karena perang saudara berdarah yang melanda sebagian besar negara, termasuk di daerah yang terkena dampak gempa.

Pada tahun 2001, militer merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, yang memicu apa yang kemudian berubah menjadi perlawanan bersenjata yang signifikan.

Pasukan pemerintah telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah Myanmar, dan banyak tempat berbahaya atau tidak mungkin dijangkau oleh kelompok bantuan. Lebih dari tiga juta orang telah mengungsi akibat pertempuran dan hampir 20 juta orang membutuhkan bantuan, menurut Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Militer pemerintah telah memerangi milisi yang telah lama berdiri dan Pasukan Pertahanan Rakyat pro demokrasi yang baru dibentuk, dan telah sangat membatasi upaya bantuan yang sangat dibutuhkan bagi populasi besar yang telah mengungsi akibat perang bahkan sebelum gempa bumi.

Serangan militer berlanjut dengan serangan udara pada hari Jumat (28/3) dan laporan serangan mortir dan pesawat tak berawak pada hari Sabtu (29/3).

Tom Andrews, seorang pemantau hak asasi manusia di Myanmar yang ditugaskan oleh Dewan Hak Asasi Manusia yang didukung PBB, menyerukan agar militer segera menyerukan gencatan senjata.

“Pekerja bantuan seharusnya tidak perlu takut ditangkap dan seharusnya tidak ada halangan untuk membantu sampai ke tempat yang paling membutuhkan,” katanya di X. “Setiap menit sangat berarti.” (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home