Belajar dari Musim Semi Arab
SATUHARAPAN.COM - Gejolak politik di sejumlah negara di Afrika Utara dan Timur Tengah ditandai oleh tumbanganya pemerintahan otoriter yang korup. Tunusia, Mesir, Libya dan Suriah adalah sebagian dari contoh. Beberapa pemerintah itu telah menjadi masa lalu.
Massa akar rumput yang makin terorganisasi oleh kepentingan bersama secara nasional menjadi kekuatan yang tak tertandingi oleh pemerintah yang semula dikir begitu kuat dan bisa dilawan. Hal ini mengingatkan people power di Filipine dan reformasi Indonesia 1998.
Kekuatannya adalah massa akar rumput bersatu dalam kepentingan bersama secara nasional untuk sebuah negara sebagai rumah bagi semua komponen nasional. Hal ini yang kemudian dilupakan oleh pemerintahan Mohammed Morsi di Mesir dan pendukung utamanya, Ikhwanul Muslimin; bahwa ikatan gerakan massa adalah kepentingan bersama secara nasional, bukan kepentingan kaum Islamis.
Hal ini yang dilihat sehingga pemerintahan Morsi menjadi begitu singkat, padahal kelompok ini adalah oposisi yang gigih terhadap pemerintahan Hosni Mubarak yang otoriter dan juga dinulai korup. Kejatuhan Morsi, bisa dikatakan justru karena kegagalan dalam menjaga tali pengikat kepentingan bersama secara nasional. Dan sekarang pemerintah sementara Mesir yang tengah membangun dengan konstitusi baru harus berhadapan dengan terorisme yang baru saja menyerang depan kantor Menteri Dalam negri, belum lagi serangan sektarian di kawasan Sinai.
Gerakan massa di Mesir seperti jamur yang tumbuh di musim hujan. Pemerintah yang otoriter, primordial, dan kemudian juga menjadi korup, dan sektarian, menjadi sasaran kekuatan massa akar rumput yang mulai terorganisasi. Merka dicirikan oleh penggunaan teknologi informasi untuk berjejaring, dan menempatkan kepentingan bersama secara nasional sebaga tagline kampanye.
Setelah Musim Semi
Bagi Indonesia, masa-masa seperti di Afrika Utara dan Timur Tengah telah berlalu? Dalam konteks Musim Semi Arab, setidaknya ada dua tahap, yaitu menumbangkan pemerintah lama yang korup, tetapi kemudian membangun negara sebagai rumah bersama dan pemerintahan yang demokratis. Mesir gagal ditahap kedua dan gerakan kaum pemberontak (Tamarod) 30 Juni adalah upaya koreksi.
Indonesia memang tidak memengalami koreksi secara drastis seperti di Mesir. Namun pemerintahan tampaknya mulai menunjukkan kegagalan dalam menjawab kepentingan bersama secara nasional. Kritikan pedas tentang korupsi, pertumbuhan ekonomi yang ada di angka-angka dan di atas, kelompok intoleran yang tak tersentuh oleh hukum, dan hukum yang gagal (atau digagalkan) sebagai panglima, bisa mendorong Indonesia pada situasi kacau seperti di Afrika Utara dan Timur Tengah.
Sikap pesimistis terhadap proses demokrasi (pemilihan umum) adalah bahaya yang harus diperhatikan oleh elite politik, partai politi, terutama para calon anggota legislatif yang menyatakan diri pantas sebagai wakil rakyat. Demikian juga para pemerintah daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Kegagalan dalam menjawab kepentingan bersama secara nasional membawa Indonesia dalam situasi yang terus dirundung masalah yang menguras energi, sehingga pembangunan hanya kan ditopang oleh energi sisa-sisa, bahkan mungkin terlupakan. Ditambah lagi muncul sikap-sikap sektarian dan intolerasi yang akan melemahkan kemampuan mengatasi masalah seperti yang terjadi di Suriah.
Situasi itu, yang sudah ditandai oleh kegagalan menurunkan harga komoditi seperti bawang, daging, kemudian kedele, dan merosotnya nilai rupiah, serta korupsi dan perilaku sektarian danintoleransi yang melecehkan kepentingan bersama akan mendorong frustrasi di akar rumput makin tajam. Hal ini yang akan membangunkan gerakan massa seperti di Mesir yang dipelopori Tamarod (pemberontak).
Perjalanan waktu yang panjang dan dalam rentang wilayah yang luas menunjukkan bahwa pemerintahan yang gagal menjaga ikatan kebersamaan akan ditumbangkan oleh pembangkangan sipil. Bahkan gerakan massa yang gagal membangun tagline kebersamaan akan menemui frustrasi. Kelompok Tamarod di Palestina adalah contohnya. Mereka mulai merasakan bahwa di dalam tubuh mereka ada masalah dari kelompok yang mengaburkan tujuan sejati perjuangan kemerdekaan Palestina.
Dalam konteks Indonesia, Musim Semi Arab haruslah menjadi catatan penting bagi kita. Berita dari Afrika Utara dan Timur Tengah bukan tontonan dan bacaan, tetapi cerminan perjalanan bagi setiap bangsa dan negara. Memelihara kepentingan bersama secara nasional harus menjadi pedoman untuk setiap langkah perjalanan bangsa ini.
Perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya bisa dijaga dengan cara itu, cara menjaga kebersamaan melalui kesetaraan dan partisipasi, dan tidak ada jalan lain.
Editor : Sabar Subekti
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...