Belajar dari Sapu Lidi
SATUHARAPAN.COM – Setiap hari, bahkan sehari bisa dua kali, saya menyapu halaman rumah yang ditumbuhi pohon rambutan besar yang daunnya rontok berguguran; lebih-lebih memasuki musim kemarau sekarang ini. Daun-daun kuning dan coklat kering langsung berhamburan begitu angin bertiup menerpanya. Dengan berbekal sapu lidi saya mencoba dengan telaten menyapu daun-daun yang rontok itu, dalam waktu yang tidak terlalu lama pekerjaan saya selesai meski harus saya ulang setiap hari.
Sapu lidi yang saya pakai cukup efektif untuk mengumpulkan daun-daun dan selesailah tugas hari itu. Saya bayangkan jika saya pakai alat lain mungkin tidak cocok. Demikian pula, jika sapu itu saya copoti tinggal lidi satu-satu, pekerjaan pun tidak akan selesai-selesai.
Di bawah pohon rambutan yang saya sapu daunnya saya duduk merenung, menggunakan alat yang tepat ternyata itu salah satu jawabannya. Jawaban yang lain adalah membuat alat itu dipakai sesuai fungsinya. Jika sapu lidi itu tetap terikat erat menyatu ternyata efektif untuk menyapu, tapi jika lidi-lidinya terurai, auh ak gelap!
Demikian pula dalam kehidupan, tampaknya kita juga mesti memberlakukan diri kita sesuai fungsi yakni sebagai alat Tuhan di dunia ini untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan bagi kepentingan sesama manusia.
Selain itu, seperti sapu lidi akan efektif jika diikat bersama, kita pun sebagai ciptaan Tuhan dan makhluk sosial dilahirkan untuk hidup bersama, kerja bersama, dan menikmati kehidupan secara bersama pula.
Manusia bukan makhluk soliter. ”Sitou timou tumou tou,” ungkap Pahlawan Nasional Sam Ratulangi dalam bahasa Minahasa. Artinya: manusia hidup untuk menghidupkan orang lain. Manusia tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan hidup untuk orang lain.
Kita memang bukan sapu lidi, namun kita bisa belajar esensinya.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...