Belajar dari Sebatang Pohon Kelapa
SATUHARAPAN.COM – Sebatang pohon kelapa memiliki puluhan, bahkan kadang, ratusan buah. Namun, tak semua dipanen oleh pemilikinya. Pasti ada yang sudah jatuh ketika masih bluluk (kecil, sekitar satu genggam tangan); ada yang agak besar, tetapi belum ada dagingnya; ada yang sengaja diambil ketika muda untuk dijadikan es kelapa muda yang menyegarkan; ada yang diambil untuk dijadikan pelas/bothok (masakan yang membutuhkan parutan kelapa yang masih muda namun sudah bisa diparut); ada yang diambil ketika diperkirakan santannya sudah cukup banyak untuk opor ayam; dan bahkan ada yang terlupakan hingga akhirnya jatuh sendiri ketika dia sudah cengkir (sangat tua).
Demikianlah gambaran kehidupan manusia. Jika Yang Empunya Kehidupan sudah menginginkannya—baik tua, setengah tua, muda, anak-anak, bahkan bayi—tak ada yang mampu menolaknya.
Dan itulah yang terjadi selama seminggu ini di desa kami. Ada tiga orang meninggal: seorang anak berusia empat tahun karena penyakit, seorang lansia berusia lebih dari 70 tahun, dan seorang lagi anak berusia sembilan tahun karena tenggelam ketika langen (berenang) di sungai.
Dari sebatang pohon kelapa kita bisa belajar bahwa waktu kehidupan manusia merupakan hak prerogatif Yang Empunya Hidup. Berkait dengan kematian, manusia hanya bisa menaatinya tanpa syarat. Dan oleh karena itu, selama kita masih dikaruniai kehidupan, hal terlogis ialah melakukan segala sesuatu yang berguna demi kemuliaan Dia—Sang Empunya Kehidupan. Itulah yang paling diperkenan-Nya! Ya, mumpung masih ada waktu.
email: inspirasi@satuharapan.com
Ibu Kota India Tercekik Akibat Tingkat Polusi Udara 50 Kali ...
NEW DELHI, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di ibu kota India menutup sekolah, menghentikan pembangun...